Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam Membuat Kebijakan, Pemerintah Perlu Berempati pada Tenaga Kesehatan

Kompas.com - 05/02/2021, 13:22 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo berpendapat, seharusnya kebijakan pemerintah saat ini lebih berpihak pada tenaga kesehatan.

Menurut Imam, dalam membuat kebijakan, pemerintah perlu berempati pada kondisi yang tengah dihadapi tenaga kesehatan. Jangan sampai, di tengah penanganan Covid-19, pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak berpihak.

"Empati itu kan suatu sikap di mana kita memikirkan bagaimana jika kita berada di posisi orang lain. Hari ini pemegang kebijakan harus punya sikap surplus empati pada para nakes yang sedang berjuang. Nah, kebijakan-kebijakan memotong (insentif) itu indikasi adanya defisit empati," ujar Imam, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/2/2021).

Baca juga: Tolong, Jangan Dikurangi Insentif Mereka...

Imam mengatakan, para tenaga kesehatan saat ini ibarat sedang berada di medan perang. Jadi, pemerintah harus terus memiliki kebijakan yang pro terhadap mereka.

Jika tidak, para tenaga kesehatan layaknya berperang tanpa senjata yang memadai.

"Menjadi tidak adil (insentif dipotong) pada orang yang berjuang siang dan malam, jadi ibarat tentara ikut perang tapi kelengkapan tidak memadahi," katanya.

Diberitakan sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk mengurangi besaran nilai insentif yang direrima tenaga kesehatan pada 2021.

Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan nomir : S-65/MK.02/2021 yang diteken pada 1 Februari 2021.

Baca juga: Pimpinan DPR: Disayangkan bila Insentif Nakes Turun

Dalam SK tersebut diketahui rincian besaran nilai insentif bagi dokter spesialis adalah Rp 7,5 juta, doktee peserta Program Pendidikan dan Dokter Spesialis (PPDS) Rp 6,25 juta.

Dokter umum dan gigi Rp 5 Juta, bidan dan perawat Rp 3,75 jua, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,4 juta dan santunan kemarian pernorang sebesar Rp 300 juta.

Dibandingkan besaran insentif pada 2020, pengurangan tahun ini mencapai 50 persen.

Kebijakan ini akhirnya tidak jadi diberlakukan, setelah mendapatkan beberapa protes.

Salah satunya dari Wakil Ketua Komisi IX Ansory Siregar yang mengatakan pemerintah tidak seharusnya memangkas insentif, karena tenaga kesehatan merupakan garda terdepan penanganan Covid-19.

Baca juga: Batal Dipotong, Insentif bagi Tenaga Kesehatan pada 2021 Masih Sama seperti 2020

Protes juga datang dari Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Abid Khumadi yang menyebut kebijakan pemotongan insentif kurang tepat dilakukan saat pandemi. Karrna beban tenaga kesehatan semakin berat akibat kasus positif Covid meningkat.

Direktur Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan Askolani akhirnya memastikan bahwa tidak ada pengurangan besaran nilai insentif bagi tenaga kesehatan di tahun 2021.

"Dan kami tegaskan bahwa pada 2021 ini yang baru berjalan dua bulan, insentif untuk tenaga kesehatan diberikan tetap sama dengan tahun 2020," ujar Askolani, dalam konfrensi pers, kamis (4/2/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com