Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Perbaiki Tata Laksana Karantina bagi WNI dari Luar Negeri

Kompas.com - 25/01/2021, 13:08 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menilai, pemberian fasilitas karantina dan tes usap PCR gratis bagi WNI yang baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta belum tepat.

Ia mengatakan, perlu dua kali tes usap PCR dalam waktu 4-5 hari sampai dikeluarkannya surat izin pulang ke rumah bagi WNI yang melakukan perjalanan dari luar negeri. 

Oleh karenanya, Mufida meminta agar fasilitas tes usap PCR gratis diberikan kepada mereka yang layak menerima sesuai aturan.

"Sudah ada dalam Keputusan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 No 6 Tahun 2001 siapa saja yang berhak mendapatkan fasilitas karantina gratis yakni Pekerja Migran Indonesia (PMI), pelajar/mahasiswa atau WNI yang secara ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan Surat Pernyataan Tidak Mampu (SPTM)," kata Mufida dalam keterangan pers, Senin (25/1/2021).

Baca juga: Syarat Terbaru ke Singapura, Wajib Tes PCR Covid-19

Mufida mengaku sudah mendatangi tempat karantina mandiri bagi WNI yang pulang ke Tanah Air di Wilayah Banten. Ia mengatakan, banyak WNI yang langsung menerima formulir SPTM untuk diisi dan ditandatangani.

"Kenapa tidak sejak awal disampaikan secara terbuka tentang isi kebijakan tersebut? Ini aneh. Tiba-tiba penumpang diminta tanda tangan pernyataan tidak mampu. Kami menerima informasi ini dan langsung konfirmasi ke lapangan," ujarnya

Mufida mengatakan, temuan tersebut menunjukkan tata laksana karantina tidak tepat sasaran dan diduga telah terjadi ketidakadilan implementasi kebijakan.

Sebab, kata Mufida, jika semua penumpang diberikan formulir SPTM, maka seluruh WNI tersebut dianggap tidak mampu dan diberikan subsidi biaya mandiri.

Di samping itu, ia juga menemukan, pelaksanaan tes usap PCR yang harus dilakukan tiga kali pada WNI yang menjalani karantina.

Tiga kali tes usap ini adalah saat sebelum berangkat ke Indonesia, WNI melakukan tes PCR sebagai syarat keberangkatan. Kemudian, tiba di Bandara Soekarno-Hatta harus tes PCR di lokasi karantina. Selang tiga hari, sebelum pulang ke rumah harus melakukan tes PCR.

Baca juga: Satgas Ingatkan Sanksi Pidana 4 Tahun untuk Pembuat dan Pengguna Surat PCR Palsu

"Bagaimana mungkin seseorang, harus menjalani tiga kali PCR dalam hitungan sepekan, sangat tidak logis dan menurut saya berpotensi iritasi pada hidung. Belum lagi aspek psikologi dan biaya yang harus ditanggung oleh APBN maupun pribadi penumpang. Ini sangat aneh. Harus diperbaiki kebijakan ini," ucapnya.

Berdasarkan hal tersebut, Mufida meminta antar instansi pemerintahan memperbaiki tata laksana teknis karantina bagi WNI tersebut.

"Ini sudah disampaikan berkali-kali. Persoalan birokrasi kita adalah tidak efisien dalam manajemen kerja dan penggunaan anggaran sehingga sering terjadi saling lempar tanggung jawab," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sidang SYL, KPK Hadirkan Sejumlah Pegawai Kementan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Sejumlah Pegawai Kementan Jadi Saksi

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Lansia Manfaatkan Rukhsah Saat Beribadah

Kemenag Imbau Jemaah Haji Lansia Manfaatkan Rukhsah Saat Beribadah

Nasional
Kemenag Akan Gelar Sidang Isbat Lebaran Idul Adha 7 Juni 2024

Kemenag Akan Gelar Sidang Isbat Lebaran Idul Adha 7 Juni 2024

Nasional
Romlah Melawan Katarak demi Sepotong Baju untuk Sang Cucu

Romlah Melawan Katarak demi Sepotong Baju untuk Sang Cucu

Nasional
“Deal” Politik Nasdem dan PKB Bakal Jadi Penentu Dukungan untuk Anies Maju pada Pilkada Jakarta 2024

“Deal” Politik Nasdem dan PKB Bakal Jadi Penentu Dukungan untuk Anies Maju pada Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Bendum dan Wabendum Partai Nasdem Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Bendum dan Wabendum Partai Nasdem Jadi Saksi di Sidang SYL Hari Ini

Nasional
Tak Khawatirkan Gempa di Senabang Aceh, Risma: Posisinya di Laut...

Tak Khawatirkan Gempa di Senabang Aceh, Risma: Posisinya di Laut...

Nasional
PKS Minta Uang Program Tapera Tidak Dipakai untuk Proyek Risiko Tinggi seperti IKN

PKS Minta Uang Program Tapera Tidak Dipakai untuk Proyek Risiko Tinggi seperti IKN

Nasional
DPR Akan Panggil Pemerintah Terkait Polemik Pemotongan Gaji untuk Tapera

DPR Akan Panggil Pemerintah Terkait Polemik Pemotongan Gaji untuk Tapera

Nasional
Diminta Perbanyak Renovasi Rumah Lansia, Risma: Mohon Maaf, Anggaran Kami Terbatas

Diminta Perbanyak Renovasi Rumah Lansia, Risma: Mohon Maaf, Anggaran Kami Terbatas

Nasional
Hari Ini, Ahmad Sahroni Jadi Saksi di Sidang SYL

Hari Ini, Ahmad Sahroni Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Partai Buruh Tolak Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Singgung Cicilan Rumah Subsidi

Partai Buruh Tolak Gaji Karyawan Dipotong untuk Tapera, Singgung Cicilan Rumah Subsidi

Nasional
Istri, Anak, dan Cucu SYL Kembali Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Istri, Anak, dan Cucu SYL Kembali Jadi Saksi dalam Sidang Hari Ini

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anak SYL Disentil Hakim | Jampidsus Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Pemufakatan Jahat

[POPULER NASIONAL] Anak SYL Disentil Hakim | Jampidsus Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Pemufakatan Jahat

Nasional
Tanggal 2 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com