Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gekanas Tolak UU Cipta Kerja Ajukan Permohonan Uji Materi ke Mahkamah Konstitusi

Kompas.com - 18/12/2020, 14:56 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Tolak Undang-Undang Cipta Kerja mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Gerakan yang didalamnya tergabung beberapa aliansi buruh dan lembaga masyarakat ini mengajukan permohonan uji materil dan formil terhadap UU Cipta Kerja.

Secara materiil mereka mempermasalahkan Pasal 42, 81 dan 83 yang dinilai telah merugikan para pemohon.

"Dengan ini mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Pasal 42 Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan di laman www.mkri.id, Jumat (18/12/2020).

Baca juga: Jokowi Teken PP Lembaga Pengelola Investasi, Tindak Lanjut UU Cipta Kerja

Sementara pada pengujian formil, para pemohon merasa dirugikan secara konstitusional dengan keberadaan UU Cipta Kerja.

Adapun pemohon mengajukan permohonan dengan alasan pembentukan UU ini merupakan kesalahan karena kekurangan cakapan pada pembuatan undang-undang.

Kemudian, UU Cipta Kerja dinilai meninggalkan partisipasi publik khususnya stakeholder terkait seperti para buruh.

"Sejak awal rencanakan RUU Cipta kerja hingga perundang-undangan dan terjadi pelanggaran asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik," demikian salah satu kutipan diberkas permohonan.

Para pemohon juga melihat ada catatan kejanggalan dalam naskah akademik yang dilampirkan dalam penyertaan RUU Cipta kerja.

Baca juga: KSPI Ancam Gelar Mogok Kerja Nasional jika Ada Kejanggalan Proses Uji Materi UU Cipta Kerja

Mereka mengatakan naskah akademik tidak pernah disebarluaskan oleh pihak pembuat UU.

Selain itu, di dalam draft naskah akademik tersebut juga masih terdapat kesalahan bukan sekedar kesalahan penulisan, tapi halaman yang salah, warna penulisan.

Serta adanya perbedaan naskah akademik yanh diunggah di laman Kementerian Koordinator Perekonomian.

"Diubahnya naskah UUD tak kerja hasil kesepakatan paripurna, UU Cipta kerja secara asalnya rancu sumber hukum dan tidak sesuai teknik maupun substansi penyusunan suatu undang-undang," demikian yang tertulis dalam berkas permohonan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com