Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsorsium Pembaruan Agraria Tolak Rencana Relokasi Warga Pulau Komodo

Kompas.com - 25/11/2020, 15:45 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menolak rencana relokasi pemukiman masyarakat di Pulau Komodo untuk pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Di mana rencana relokasi pemukiman warga sudah mencuat sejak 2019.

"Posisi kami tentu sampai sekarang akan menolak pemaksaan relokasi warga dari lokasi, apakah itu di Pulau Rinca, Pulau Padar, di manapun," ujar Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam konferensi pers virtual, Rabu (25/11/2020).

Dewi mengatakan, masyarakat Pulau Komodo selama ini sudah mengalah terhadap kebijakan negara yang berkaitan langsung terhadap kemaslahatan Pulau Komodo.

Baca juga: Relokasi UMKM Pulau Komodo Dikhawatirkan Berdampak Buruk Terhadap Perekonomian Masyarakat

Misalnya, ketika pemerintah menetapkan Pulau Komodo dan Pulaun Rinca sebagai taman nasional pada 1980.

Akibat penetapan itu, tak sedikit warga terpaksa angkat kaki dari pemukimannya. Semula berada di wilayah pedalaman kini berpindah ke area pinggiran Pulau Komodo.

Di sisi lain, Dewi juga mengkhawatirkan rencana relokasi ini akan berdampak buruk terhadap sosial-politik warga.

Jika itu terjadi, warga yang berlatarbelakang sebagai nelayan tradisional, petani, hingga peladang akan kehilangan sumber pendapatannya.

Baca juga: Dedi Mulyadi: Pengembangan Pulau Komodo Timbulkan Kecemasan Lain Warga Lokal

Untuk itu, pihaknya mendesak pemerintah supaya mengaji ulang dan wajib melibatkan masyarakat setempat dalam mengambil keputusan mengenai proyek pembangunan di Pulau Komodo.

"Jadi bisa kita bayangkan kalau proyek super premium ini dibuka tanpa ada transparansi, keputusan yang legitimed, dampak sosialnya akan lebih luas, petani, nelayan tradisional, peladang akan terdampak," tegas Dewi.

Selain itu, Dewi juga mengingatkan pemerintah agar tidak sekadar memposisikan warga Pulau Komodo sebagai pendukung dari keberadaan area pariwasata.

Misalnya, masyarakat setempat hanya dijadikan sebagai tenaga upah murah maupun sekadar menjadi penjaja souvenir.

Baca juga: Dirut BOPLBF: Tak Ada Rencana Pemindahan Desa, Warga Komodo Tetap di Pulau Komodo

"Sebenarnya paristwata bisa juga dikembangkan dengan pelibatan masyarakat secara aktif. Jadi bukan mengorientasikan bahwa pariwisata itu hanya mengamanahkan warga Komodo," imbuh Dewi.

Diketahui, Pulau Komodo dan Pulau Rinca sendiri sudah ditetapkan sebagai taman nasional sejak 1980 untuk melindungi satwa Komodo atau Varanus komodoensis, hewan endemik purba yang hanya bisa ditemukan di NTT.

Namun, proyek di Taman Nasional Komodo tersebut kini telah dimasukkan dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, NTT.

Hingga sekarang, proyek yang dijuluki Jurassic Park ini masih terus menuai polemik dan protes dari berbagai pihak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com