Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI dan Muhammadiyah Terima Draf UU Cipta Kerja Terbaru, Tebalnya 1.187 Halaman

Kompas.com - 22/10/2020, 09:31 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah menerima naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terbaru. Wakil Ketua Umum MUI Muhyidin Junaidi mengatakan, naskah UU Cipta Kerja yang diterima tersebut setebal 1.187 halaman.

"Iya, MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy dan hard copy dari Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara)," kata Muhyidin kepada Kompas.com, Kamis (22/10/2020).

Baca juga: Benarkah UU Cipta Kerja Berikan Keuntungan bagi Pekerja Kontrak?

Muhyidin menuturkan, MUI akan mengkaji naskah tersebut selama sepekan. Setelah itu MUI akan memberikan catatan dalam keterangan tertulis dan disampaikan ke publik.

Ia mengatakan sikap MUI masih sama yakni menolak UU Cipta Kerja jika memang di naskah terbaru masih terdapat pasal-pasal yang dianggap menyengsarakan masyarakat.

Menurut Muhyidin, Presiden Joko Widodo semestinya bisa menunda pengesahan UU Cipta Kerja yang banyak mendapat protes dari masyarakat. Ia mengatakan ada banyak mekanisme hukum yang bisa digunakan untuk menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja.

"Jadi kita cari win win solution-nya bagaimana. Misalnya ditunda pelaksanaannya (UU Cipta Kerja). Kita kan banyak cara," ujar Muhyidin.

Baca juga: Sulitnya Mengakses Dokumen Penyusunan dan Draf Final UU Cipta Kerja...

Seperti diketahui, draf UU Cipta Kerja yang beredar di publik terus berubah-ubah. Setidaknya, hingga Selasa (13/10/2020), ada empat draf berbeda

Di situs DPR (dpr.go.id), diunggah draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1.028 halaman. Kemudian, di hari pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, unsur pimpinan Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi dan Willy Aditya memberikan draf setebal 905 halaman.

Namun, belakangan dikatakan bahwa draf tersebut masih harus diperbaiki. Achmad Baidowi menjamin tidak ada perubahan substansi. Dia mengatakan perbaikan hanya sebatas pada kesalahan ketik atau pengulangan kata.

"Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi, takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah karena sudah keputusan," ujar Awi saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).

Baca juga: Akademisi: Draf UU Cipta Kerja Seharusnya Tidak Berubah Setelah Rapat Paripurna

Pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf RUU dengan jumlah 1.035 halaman. Di halaman terakhir draf tersebut ada tanda tangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menyatakan draf tersebut hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10/2020) malam. Menurutnya, ada perbaikan redaksional dalam draf RUU Cipta Kerja.

Namun, pada malam harinya, kembali beredar draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Indra menyatakan draf berjumlah 812 halaman itu merupakan hasil perbaikan terkini.

Dokumen berjumlah 1035 halaman itu menyusut menjadi 812 halaman setelah diubah dengan pengaturan kertas legal.

"Itu kan pakai format legal. Kan tadi (yang 1035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman," ujar Indra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com