Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Pekerja Kembali Berunjuk Rasa di DPR, Tolak RUU Cipta Kerja dan PHK Massal

Kompas.com - 25/08/2020, 13:01 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) kembali menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2020).

Serikat pekerja menyampaikan dua tuntutan, yakni menolak draf omnibus law RUU Cipta Kerja versi pemerintah dan meminta pemerintah menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal oleh perusahaan akibat pandemi Covid-19.

Tuntutan yang sama telah disuarakan saat unjuk rasa pada Rabu (29/7/2020) dan Senin (3/8/2020).

"Aksi 25 Agustus ini, selain menyampaikan tuntutan, juga memberikan dukungan kepada DPR RI yang telah bekerja sungguh-sungguh memenuhi harapan buruh agar bisa didengar," ujar Presiden KSPI Said Iqbal, dalam keterangan tertulis, Selasa (25/8/2020).

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Kelompok Buruh Akan Kembali Gelar Aksi Demo 25 Agustus

Said mengatakan, pihaknya mengapresiasi DPR yang telah membentuk tim perumus untuk menampung aspirasi serikat buruh terkait klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.

Menurut dia, harapan para buruh yang telah disampaikan dalam tim perumus yakni meminta klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.

"Kami berharap, pemerintah dan DPR bisa menerima sikap KSPI bersama KSPSI AGN, dan 32 Konfederasi serta federasi lainnya, mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dan RUU Cipta Kerja, atau setidaknya UU no 13/2003 tidak dilakukan perubahan atau dikurangi sama sekali," ujarnya.

Baca juga: Kesepakatan Tim Perumus soal Klaster Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja

Said mengatakan, ada sembilan alasan serikat buruh menolak omnibus law RUU Cipta Kerja yaitu hilangnya upah minimum pekerja, berkurangnya nilai pesangon, waktu kerja eksploitatif dan karyawan kontrak seumur hidup.

Kemudian, kemudahan sistem outsourcing diterapkan seumur hidup, PHK, hak cuti dan upah atas cuti dihapus, masuknya tenaga kerja asing (TKA) dipermudah dan penghapusan sanksi pidana.

"Selain itu, kenaikan upah hanya didasarkan pada pertumbuhan ekonomi. Padahal dalam PP No 78/2005, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflansi plus pertumbuhan ekonomi," ucapnya.

Baca juga: KSPI: Jika RUU Cipta Kerja Mau Cepat Disahkan, Klaster Ketenagakerjaan Sebaiknya Dikeluarkan

Lebih lanjut, Said mengatakan, aksi unjuk rasa dilakukan serentak di berbagai daerah dengan mengusung tema yang sama.

"Beberapa provinsi yang akan melakukan aksi antara lain, Jawa Barat di Gedung Sate Bandung, Banten di Serang, Jawa Tengah di Semarang, Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com