Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugus Tugas: Rasio Tes Spesimen Covid-19 Indonesia Tak Bisa Dibandingkan dengan Negara Lain

Kompas.com - 06/05/2020, 08:10 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, rasio pengetesan spesimen Covid-19 Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara lain.

Hal ini berkaitan dengan letak geografis dan kekuatan ekonomi negara yang berbeda-beda.

"Indonesia negara keempat dengan populasi terbesar di dunia. Tidak bisa serta merta dibandingkan dengan negara yang ekonominya tinggi dan penduduknya rendah," ujar Wiku sebagaimana dikutip dari keterangan pers Gugus Tugas, Selasa (5/5/2020).

Menurut Wiku, Indonesia yang merupakan negara kepulauan perlu memperkuat sistem untuk proses pengujian sampel terkait Covid-19.

Baca juga: Melihat Perbandingan Jumlah Uji Tes Virus Corona di Indonesia dan Negara Lain

Saat ini, pemerintah berupaya mempersiapkan laboratorium dan mendata jumlah sumber daya laboran atau petugas laboratorium yang dimiliki.

"Sehingga SDM yang ada bisa memenuhi kebutuhan petugas laboratorium yang dibutuhkan di seluruh wilayah Indonesia," lanjutnya.

Berdasarkan data pemerintah hingga 4 Mei 2020, secara akumulatif telah dilakukan pemeriksaan sebanyak 116.861 spesimen dari 86.061 orang yang diperiksa di seluruh Indonesia.

Wiku menyebutkan pengetesan sampel menjadi hal yang sangat penting agar bisa mendeteksi keberadaan virus di suatu wilayah.

"Untuk mengetahui virus ada di mana kita perlu melakukan testing menggunakan alat dan proses tertentu, diambil sampelnya dari manusia yang terpapar," jelasnya.

Baca juga: Melihat Perbandingan antara Pandemi Covid-19 dan Pandemi Flu Babi

Dengan ditemukan kasusnya secara cepat, kemudian dilanjutkan dengan perawatan pasien dan pelacakan riwayat kontak orang-orang yang kontak dekat dengan pasien positif Covid-19 untuk mencegah penyebaran terjadi lebih luas.

Lebih lanjut Wiku mengungkapkan saat ini ada tiga metode pemeriksaan sampel ang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Ketiganya yakni pemeriksaan Real Time-PCR yang merupakan standar utama dengan sensitifitas dan spesifisitas hingga 95 persen, tes cepat molekuler yang juga memiliki sensitifitas dan spesifisitas 95 persen, serta rapid test berbasis antibodi dengan sensitifitas dan spesifitas 60-80 persen.

"Untuk tes real time-PCR, pemerintah Indonesia sudah menunjuk 46 laboratorium di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kapasitas tes dengan target 10 ribu pengujian sampel per hari," ungkapnya.

Baca juga: Ekonomi Hanya Tumbuh 2,97 Persen, BI: karena Pengaruh Covid-19

Kemudian, pemeriksaan tes cepat molekuler yang sebenarnya sudah bisa dilakukan di seluruh Indonesia.

Namun terkendala pada ketersediaan cartridge khusus Covid-19 yang saat ini sulit didapat.

"Karena seluruh dunia membutuhkannya, " tutur Wiku.

Sementara itu, tes yang banyak dikenal oleh masyarakat adalah tes cepat berbasis antibodi yang digunakan sebagai skrining status Covid-19 terhadap masyarakat yang diduga terpapar virus corona.

Tes cepat berbasis antibodi ini perlu diikuti oleh pemeriksaan RT-PCR untuk mengonfirmasi apabila seseorang diketahui positif terjangkit Covid-19.

"Tes cepat berbasis antibodi memiliki keunggulan yang dapat mengetahui hasil dalam kurun waktu 15-20 menit. Namun memiliki kelemahan dari sisi sensitifitas dan spesifitasnya yang rendah," tambah Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com