Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Usul BPJS Kesehatan Batasi Pemanfaatan untuk Penyakit Katastropik

Kompas.com - 13/03/2020, 21:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan BPJS Kesehatan untuk membatasi pemberian manfaat bagi pasien-pasien penyakit katastropik yaitu penyakit yang disebabkan gaya hidup tidak sehat.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, klaim untuk penyakit katastropik pada 2018 lalu adalah 30 persen dari total klaim BPJS Kesehatan atau setara Rp 28 triliun.

"Kita usulkan ada opsi pembatasan manfaat untuk penyakit katastropik, jadi penyakit katastropik itu lenyakit yang muncul akibat gaya hidup, lemak lantas manis-manis, jarang olahraga," kata Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/3/2020).

Baca juga: Putusan MA soal BPJS Kesehatan: Batal Naik 100 Persen hingga Tak Atur Skema Refund

Pahala menuturkan, lima penyakit katastropik itu adalah jantung, diabetes, kanker, stroke, dan gagal ginjal.

Menurut Pahala, pembatasan pemberian manfaat itu dapat diterapkan kepada orang-orang yang mempunyai gaya hidup tidak sehat.

"Tidak boleh misalnya, dengan segala hormat kepada para perokok, kanker paru dia ngerokok atau enggak, tetap saja di-cover. Padahal harusnya ada pembatasan manfaat, kalau dia merokok harusnya tertentu saja," kata Pahala.

Pahala menambahkan, penyakit-penyakit katastropik itu juga lebih banyak menyerang masyarakat kelompok menengah ke atas akibat gaya hidup tak sehat.

"Jadi kasihan juga yang PBI, yang penerima bantuan iuran, yang orang-orang tergolong miskin, 99 juta orang bayar tapi yang menikmati yang gaya hidup," ujar Pahala.

Di samping itu, KPK juga mendorong pengimplementasian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018 yang mengatur soal sistem co-payment bagi peserta BPJS Kesehatan.

Pahala mengatakan, permenkes itu mengatur peserta BPJS Kesehatan Kelas I dan II harus membayar 10 persen biaya yang diklaim BPJS Kesehatan.

"Klaimnya yang mampu ini ada sekitar Rp 22 triliun di tahun 2018. Kita bayangkan kalau co-payment ini kita jalankan, maka sebenarnya ada Rp 2,2 triliun didapat oleh BPJS dalam bentuk oengurangan klaim," kata Pahala.

Dua usulan tersebut merupakan bagian dari enam rekomendasi yang disampaikan KPK untuk menekan pengeluaran BPJS Kesehatan.

Rekomendasi lainnya adalah mendorong Kemenkes mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran untuk mencegah unnecessary treatment yang dapat meningkatkan pengeluaran.

Baca juga: Kajian KPK: Pengeluaran BPJS Kesehatan Dapat Ditekan hingga Rp 12,2 Triliun

Kemudian, mengakselerasi Coordination of Benefit dengan asuransi kesehatan swasta, mengevaluasi penetapan kelas rumah sakit, serta menindaklanjuti verifikasi lapangan untuk mengatasi fraud.

Pahala mengatakan, jika rekomendasi itu dijalankan maka BPJS Kesehatan dapat menghemat pengeluaran mencapai Rp 12,2 triliun tanpa harus menaikkan iuran.

"Jadi kalau dari penerimaan dikerjakan, tunggakan dikejar, dan dari ini spesifik untuk enam rekomendasi kita, rasanya defisit itu bukan hal yang harus ditutup dengan hanya kenaikan iuran," kata Pahala.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com