Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kajian KPK: Pengeluaran BPJS Kesehatan Dapat Ditekan hingga Rp 12,2 Triliun

Kompas.com - 13/03/2020, 20:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan pengeluaran klaim BPJS Kesehatan dapat dihemat setidaknya sebesar Rp 12,2 triliun.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, hasil kajian itu sekaligus menunjukkan bahwa kenailan iuran BPJS Kesehatan bukan satu-satunya solusi dalam menekan defisit.

"Kita proyeksikan sekitar Rp 12,2 triliun itu bisa didapat bukan dalam bentuk tambahan uang karena rekomendasi tadi lebih banyak ke penurunan pengeluaran," kata Pahala dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (13/3/2020).

Baca juga: MA: Putusan Kami Tak Mengatur Refund Iuran BPJS Kesehatan

Pahala memaparkan ada enam rekomendasi yang disampaikan KPK kepada Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan agar pengeluaran BPJS Kesehatan dapat ditekan.

Pahala menuturkan, enam rekomendasi itu adalah Kemenkes mempercepat penyusunan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran untuk mencegah unnecessary treatment yang dapat meningkatkan pengeluaran.

Kemudian, membuka opsi pembatasan klaim untuk penyakit katastroupik yang disebabkan gaya hidup tidak sehat, mengakselerasi Coordination of Benefit dengan asuransi kesehatan swasta.

Baca juga: MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Kata Sri Mulyani

Lalu, mengimplementasikan co-payment sebesar 10 persen bagi peserta mandiri sesuai Permenkes 51 Tahun serta mengevaluasi penetapan kelas rumah sakit.

"Jadi kalau dari penerimaan dikerjakan, tunggakan dikejar, dan dari ini spesifik untuk enam rekomendasi kita, rasanya defisit itu bukan hal yang harus ditutup dengan hanya kenaikan iuran," ujar Pahala.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron memaparkan terdapat tiga faktor yang menyebabkan defisit BPJS Kesehatan dari sisi efisiensi pengeluaran.

Ketiga faktor itu adalah tingginya tunggakan iuran akibat para peserta mandiri yang dinilai tak punya itikad baik dalam mengikuti program BPJS Kesehatan.

Kemudian, over-payment karena kelas rumah sakit yang tidak sesuai serta praktik fraud di lapangan.

Baca juga: Putusan MA soal BPJS Kesehatan: Batal Naik 100 Persen hingga Tak Atur Skema Refund

Fraud yang dimaksud Ghufron berupa praktik up-coding yaitu menaikkan status penyakit sehingga pengeluaran lebih besar dari pengeluaran serta praktik phantom billing dan unbilling.

"Kami melihat bahwa sesungguhnya solusi menaikkan iuran BPJS sebetulnya bukan solusi sebelum sistem pelayanan di BPJS itu diverifikasi secara benar dulu baik dari pesertanya, rumah sakitnya, maupun pengkategorisasian dari penyakit tersebut," kata Ghufron.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com