JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mengatakan bahwa tak ada aturan hukum negara yang mendiskriminasi perempuan.
Menurut Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan Sri Nurherwati, pernyataan Mahfud tersebut menjelaskan bahwa secara kenegaraan, yakni UUD 1945, mengamanatkan negara melindungi seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia.
Ini termasuk perempuan dan anak di dalam hukum dan pemerintahan.
Namun sayangnya, kata dia, dalam kehidupan bermasyarakat implementasi kontrak negara tersebut masih dipengaruhi budaya patriarki yang mendiskriminasi perempuan.
"Negara sudah punya konstitusi, tapi praktiknya tunduk pada budaya patriarki," kata Nurherwati kepada Kompas.com, Jumat (20/12/2019).
Baca juga: Mahfud MD Bicara soal Perempuan, Singgung Pentingnya RUU PKS hingga Perempuan sebagai Tiang Negara
Menurut Nurherwati, hal tersebut berdampak pada beberapa hal, antara lain pembentukan undang-undang oleh para pembentuknya yang masih terdapat bias gender terhadap substansi produk hukum itu sendiri.
Mereka, kata dia, tidak mempertimbangkan kondisi kerentanan perempuan sebagaimana mandat konstitusi dalam UUD 1945.
Dengan demikian, akhirnya UU melanggengkan budaya hukum bias gender dan diskriminatif pada perempuan dalam kehidupan bermasyarakat.
"Budaya hukum tidak melakukan perubahan kehidupan bermasyarakat sebagaimana amanat UUD 1945 untuk tidak diskriminatif," kata dia.
Baca juga: Menyitir Hadits Nabi, Mahfud MD Sebut Perempuan adalah Tiang Negara
Selain itu, walaupun UU dibuat sesuai konstitusi dan menjalankan mandat Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebuah konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, akan tetapi aparat penegak hukum dan penyelenggara negara dinilainya masih merupakan bagian budaya hukum patriarki.
"Maka implementasi UU cenderung diskriminatif terhadap perempuan. Pola pikir yang patriakis mempengaruhi pola kebijakan yang mendiskriminasikan perempuan," kata dia.
Kendati demikian, kata dia, pihaknya bukan berarti tidak menyetujui pernyataan Mahfud MD tersebut.
Menurut dia, pernyataan tersebut merupakan pernyataan dari seorang pakar hukum tata negara yang harus didalami secara faktual.
"Bukan tidak setuju (dengan pernyataan Mahfud), tapi memaknainya begitu. Kepentingan politik yang menggeser makna konstitusi sehingga mempengaruhi pelaksnaan bermasyarakat," ucap Nurherwati.
"Jadi secara politis, pernyataan Pak Mahfud harus dimaknai sebagai politik hukum kekinian. Semua harus bersumber pada UUD 1945 agar pelaksanaannya tidak diskriminasi pada perempuan," kata dia.
Baca juga: Menurut Mahfud, Tak Ada Aturan Hukum yang Mendiskriminasi Perempuan
Sebelumnya, Mahfud MD menyebut bahwa tidak ada diskriminasi yang dilakukan negara terhadap perempuan.
Mahfud mengatakan, diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan hanya terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bukan kehidupan bernegara.
"Dalam kehidupan bermasyarakat sering dijumpai tindak kekerasan dan diskriminasi yang dialami perempuan," ujar Mahfud saat sambutan di acara Laporan Pertanggungjawaban Komnas Perempuan Periode 2015-2019 di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
"Kalau dalam kehidupan bernegara tidak ada diskriminasi, artinya dalam aturan-aturan hukum dan tindakan serta sikap pemerintah terhadap kaum perempuan," ucap Mahfud.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.