Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Sebut Banyak Sekolah yang Gunakan Ajaran Radikalisme

Kompas.com - 27/11/2019, 13:57 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan masih banyak sekolah-sekolah yang menyampaikan ajaran yang mengarah ke radikalisme. Namun Ma'ruf tak merinci sekolah apa saja dan di mana saja yang ia maksud.

Hal itu disampaikan Ma'ruf saat membuka Dies Natalis ke-39 Universitas Islam Malang (Unisma), Jawa Timur, Rabu (27/11/2019).

"Banyak tulisan, gambar ataupun video tersedia dengan mudah untuk diakses melalui media sosial yang isinya menganjurkan kekerasan," ujar Ma'ruf di Kampus Unisma.

"Bahkan beberapa pesan tersebut dapat lolos masuk dalam materi bahan ajar disekolah. Ini banyak juga sekolah-sekolah menggunakan ajaran-ajaran radikalisme," lanjut dia.

Baca juga: Kominfo Terima Puluhan Aduan soal Radikalisme di Kalangan ASN

Ma'ruf mengatakan, ajaran-ajaran radikalisme seperti itu bisa tersampaikan karena didukung berbagai faktor.

Pertama, kata Ma'ruf, ajaran-ajaran tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga terlihat menarik melalui media sosial dan seolah mewakili Islam.

Padahal, Ma'ruf mengatakan Islam tak pernah mengajarkan kebencian dan kekerasan terhadap golongan agama lain.

Kedua, kata Ma'ruf, ajaran radikalisme kerap disampaikan oleh orang yang sosoknya meyakinkan.

Baca juga: Tiga Wujud Radikalisme Menurut Mahfud MD dan Cara Deradikalisasi

Faktor ketiga, lanjut Ma'ruf, ajaran radikalisme dengan mudah diterima oleh orang yang rentan dan tidak matang kejiwaannya.

Berikutnya, sambung Ma'ruf, radikalisme bisa diterima seseorang karena ia merasa termarjinalkan secara sosial dan ekonomi di lingkungannya.

"Dengan berbagai faktor yang saya sebutkan diatas, saya meyakini bahwa upaya deradikalisasi harus dilakukan dari hulu sampai hilir, yang dimulai dari pendidikan," ujar Ma'ruf.

"Karena itu, peran lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan tinggi menjadi sangat penting," lanjut Wapres.

Kompas TV Untuk mencegah radikalisme di kalangan aparatur sipil negara, pemerintah mengeluarkan surat keputusan bersama. Surat penangangan radikalisme bagi Aparatur Sipil Negara atau ASN, yang ditandatangani oleh 11 menteri dan lembaga ini.<br /> <br /> Salah satu yang dicantumkan dalam SKB, adalah melarang ASN mengeluarkan pendapat di media sosial, yang bermuatan ujaran kebencian terhadap pancasila, UUD 1945, bhinneka tunggal ika, dan pemerintah. Penerapan surat keputusan bersama 11 menteri dikritik oleh komisi II DPR. Ketua komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia khawatir hal ini justru dapat mengekang kebebasan berpendapat para ASN.<br /> Ada 10 poin jenis pelanggaran dalam SKB yang telah diterbitkan. Selain larangan ujaran kebencian, poin lain yang dilarang yaitu menyebarkan pemberitaan yang meyesatkan serta penggunaan atribut yang bertentangan dengan pancasila.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com