JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Istana mengungkapkan keprihatinan atas jatuhnya korban jiwa dalam kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019).
Informasi terakhir, sebanyak 21 warga sipil tewas dalam peristiwa tersebut.
"Pemerintah dan pasti masyarakat Indonesia prihatin sungguh kita tidak ingin prajurit masyarakat sipil yang banyak jumlahnya meninggal, polisi luka dan seterusnya," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Moeldoko berharap persoalan di Papua dapat segera diselesaikan sehingga tidak ada lagi kericuhan yang memakan korban jiwa.
Baca juga: Rusuh di Wamena, Polri: 23 Meninggal Dunia dan 77 Orang Luka-luka
Namun, mantan Panglima TNI ini menyebut penyelesaian Papua memang harus holistik, tidak hanya pendekatan keamanan, tetapi juga pendekatan kebudayaan, ekonomi, serta kesejahteraan yang lebih manusiawi.
Sementara terkait permintaan sejumlah pihak untuk menarik pasukan TNI dan Polri dari Papua, Moeldoko menyebut hal tersebut masih membutuhkan kajian.
"Kita perlu pengkajian lebih dalam karena tugas negara melindungi segenap bangsa dan warganya," ujar Moeldoko.
"Jadi, di Papua itu yang ada di sana berbagai etnis. Semua dari itu membutuhkan atau memerlukan kepastian keselamatan pengamanan penugasan prajurit TNI Polri untuk melindungi semua masyarakat," kata dia.
Baca juga: Kerusuhan Wamena: Rasisme atau Tawuran Pelajar?
Diberitakan, korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terus bertambah karena saat ini evakuasi korban di bangunan yang dirusak dan dibakar tengah berjalan.
Kabid Humas Polda Papua Kombes AM Kamal mengonfirmasi telah ditemukan beberapa jenazah lagi di Wamena yang diduga korban kerusuhan.
"Pagi ini sudah ditemukan 4 jenazah di antara puing-puing bangunan yang terbakar. Jadi total 21 tewas," ujar dia di Jayapura, Selasa (24/9/2019).
Dijelaskannya, setelah kerusuhan pada Senin (23/9/2019), aparat TNI-Polri masih fokus melakukan pengamanan obyek-obyek vital.
Mulai Selasa pagi ini, aparat mulai melakukan evakuasi korban.
Unjuk rasa yang berujung rusuh itu diduga dipicu oleh perkataan bernada rasial seorang guru terhadap siswa di Wamena.
Kontributor Kompas.com di Wamena, John Roy Purba, melaporkan, demonstran bersikap anarkistis hingga membakar rumah warga, kantor pemerintah, PLN, dan beberapa kios masyarakat.
Baca juga: Wamena Papua Lumpuh, Masyarakat Lebih Memilih Mengungsi
Sementara Kapolda Papua Irjen Rudolf A Rodja memastikan bahwa alasan massa melakukan aksi anarkistis di Wamena adalah karena mereka termakan kabar tidak benar (hoaks).
"Wamena minggu lalu ada isu, ada guru yang mengeluarkan kata-kata rasis sehingga sebagai bentuk solidaritas mereka melakukan aksi," ujar dia di Jayapura.
Rudolf mengklaim, kepolisian sudah mengonfirmasi isu tersebut dan memastikan bahwa itu tidak benar.