JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko tidak sepakat dengan pilihan referendum atau hak menentukan nasib sendiri sebagai salah satu solusi dalam menangani masalah di Papua.
Budiman menilai, referendum justru akan menimbulkan perpecahan dan membuat Indonesia terbagi dalam suatu wilayah atau negara kecil yang selalu bertentangan.
Proses fragmentasi atau pembagian wilayah itu secara geopolitik dikenal dengan istilah Balkanisasi.
"Jika dipaksakan yang paling mungkin kita hadapi adalah balkanisasi. Konflik horizontal," ujar Budiman dalam sebuah acara debat dengan jurnalis sekaligus aktivis Dandhy Laksono di auditorium Visinema, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2019).
"Konflik horizontal selalu menyisakan luka yang jauh lebih dalam daripada konflik vertikal," lanjut dia.
Baca juga: Kasus Makar yang Ditangani Polda Metro Jaya, dari Eggi Sudjana hingga Mahasiswa Papua
Budiman mencontohkan situasi saat Yugoslavia terpecah menjadi beberapa negara karena konflik antaretnis yang berkepanjangan pada awal 1990-an.
Yugoslavia yang tadinya menjadi salah satu negara yang berpengaruh di dunia, saat itu hingga sekarang terpecah menjadi beberapa negara kecil yang tak memiliki pengaruh.
"Hari ini, negara-negara pecahan Yugoslavia adalah negara yang insignifikan. Dulu mereka adalah salah satu penentu wajah dunia," kata Budiman.
Mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu mengakui bahwa Papua memang mengalami masalah kekerasan yang terjadi sejak masa Orde Baru.
Bahkan persoalan kekerasan belum tuntas hingga saat ini. Alih-alih referendum, Budiman memilih menggunakan pendekatan lain yang berpijak pada prinsip kemanusiaan.
Artinya, pemerintah harus memiliki andil untuk mencegah kekerasan kembali terjadi di Papua.
Baca juga: TNI: 3 Warga Puncak di Papua Tewas karena Peluru KKB
Pendekatan lainnya yakni terkait pemerataan pembangunan dan sektor pendidikan.
"Bagi saya, yang paling penting memperjuangkan kemanusiaan, mengalihkan ilmu pengetahuan, mengalihkan ekonomi, membagi pengetahuan," ujar Budiman.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini muncul aksi unjuk rasa dari kalangan mahasiswa dan masyarakat Papua yang menuntut referendum.
Hal ini dipicu dari tindakan diskriminasi rasial dan kekerasan yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya pada Agustus lalu.
Tuntutan referendum juga dilatarbelakangi oleh rasa ketidakadilan, kekerasan militeristis, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami masyarakat Papua.