Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Narasi Pro Revisi UU KPK Dinilai Masif dan Sistematis Dilakukan di Medsos

Kompas.com - 18/09/2019, 17:16 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar analitika media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII) Ismail Fahmi menilai, ada upaya manipulasi opini publik yang masif dalam mendukung revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di media sosial.

"Ada pihak yang secara masif dan sistematis membangun narasi di semua platform medsos untuk mendukung revisi UU KPK, itu upaya menciptakan dan memanipulasi opini publik di media sosial," ujar Ismail Fahmi dalam diskusi bertajuk "Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain?" di di ITS Tower, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).

Baca juga: Pakar Medsos: Ada Buzzer Pro-revisi UU KPK Gunakan Modus Giveaway

 

Menurut Ismail, manipulasi opini publik dilakukan untuk membuat publik ragu dengan membanjirnya berbagai informasi yang kemudian dapat mengarahkan untuk mendukung revisi UU KPK.

"Publik yang tidak tahu, akan ragu-ragu dengan KPK, keraguan itu jadi entry point agar publik menjadi tidak pro-KPK dan mendukung revisi," kata Ismail.

Manipulasi opini publik, lanjutnya, contohnya seperti propaganda isu radikalisme yang menyerang KPK di media sosial.

Baca juga: Joko Anwar Bersuara, Ajak Masyarakat Tanda Tangani Petisi Dukung KPK

Ismail menyebutkan, KPK secara sistematis diserang dengan menggunakan isu taliban dari rentang waktu 7-13 September 2019.

"Isu taliban ini sering dan sukses dipakai oleh buzzer yang bertujuan agar publik ragu terhadap KPK dan menyetujui agar revisi disahkan dan berharap capim terpilih bisa membersihkan isu itu," ujar Ismail.

Pakar analitika media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII), Ismail Fahmi, seusai diskusi bertajuk Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain? di ITS Tower, Jakarta, Rabu (18/9/2019). KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Pakar analitika media sosial dan digital dari Universitas Islam Indonesia (UII), Ismail Fahmi, seusai diskusi bertajuk Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain? di ITS Tower, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Dua kelompok

 

Ismail menjabarkan, terdapat dua kelompok yang kerap menjadi acuan warganet soal isu tersebut, kelompok pertama adalah kelompok pendukung revisi UU KPK dengan menyebut lembaga antirasuah tersebut dipenuhi orang-orang taliban.

Adapun kelompok kedua adalah orang-orang yang menolak revisi UU KPK dan menegaskan tidak ada orang-orang taliban di internal KPK.

"Yang pro revisi UU KPK dan menyebut isu taliban adalah para buzzer. Sedangkan yang kontra revisi adalah masyarakat biasa, yang dipimpin oleh anak dari Abdurrahman Wahid, yaitu Alisa Wahid dan Anita Wahid," jelasnya.

Baca juga: Pakar Medsos: KPK Diserang Isu Radikalisme Saat Revisi UU KPK Bergulir

Kelompok pro revisi UU, lanjutnya, menyerang KPK dengan isu taliban bernada negatif.

Narasi yang digunakan di media sosial, khususnya Twitter, disampaikan secara sistematis dan praktik tanpa ada perlawanan dari pihak kontra revisi.

"Jadi upaya melemahkan KPK di media sosial itu terkoordinir dengan sangat bagus, hasilnya pun sangat bagus dengan mengggiring opini publik bahwa KPK memang harus dibersihkan," imbuhnya.

Baca juga: Bertopeng Hidung Panjang, Warga di Malang Tolak Revisi UU KPK

Dengan penggunaan isu permasalahan di internal KPK tersebut, lanjut Ismail, warganet termanipulasi dan menyetujui bahwa revisi diperlukan agar KPK menjadi lebih baik.

"Propaganda itu menjadi berhasil karena media massa juga membahasnya. Dari situasi ini, terlihat memang ada pembangunan narasi bahwa ada polisi taliban di KPK. Warganet beranggapan capim yang terpilih memiliki misi untuk membersihkannya," jelasnya.

Selain isu radikalisme, Ismail juga menemukan cara baru dari buzzer untuk memanipulasi opini publik, yakni dengan melakukan giveaway atau memberi hadiah berupa voucher gratis agar publik tertarik.

"Di sini ada namanya giveaway, ada fenomena baru. Secara konsisten mereka buat giveaway murah sekali, dengan memberi voucher senilai Rp 50.000. Akhirnya banyak sekali orang yang me-retwit, meskipun isinya enggak ada relasi sama sekali dengan KPK tapi ada tagar dukung revisi UU KPK," ungkap Ismail.

Kompas TV Selasa malam (17/9) wadah pegawai komisi pemberantasan korupsi bersama masyarakat anti korupsi serta aktivis berkumpul di lobi gedung merah putih Kpk.<br /> <br /> Mereka menggelar malam renungan bertajuk &quot; Pemakaman KPK&quot;<br /> <br /> Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas pegawai KPK dan mayarakat anti korupsi serta aktivis ditengah pelemahan lembaga anti-rasuah tersebut.<br /> <br /> Mereka pun meminta tanggung jawab pemerintah dan DPR karena telah mengesahkan RUU KPK yang dinilai melemahkan KPK. #RevisiUUKPK #KPK #UUKPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com