Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan di Pesisir Selatan Jawa Diminta Taat pada Risiko Bencana

Kompas.com - 17/09/2019, 14:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur Rere Christianto meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi seluruh proyek yang ada di pesisir selatan Jawa untuk memastikan apakah proyek yang ada taat kepada risiko bencana.

Hal itu disampaikan Rere dalam diskusi bertajuk "Ambisius Pembangunan Infrastruktur dan Potensi Terjadinya Bencana" di kantor Walhi, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

"Kami meminta Presiden mengevaluasi seluruh proyek yang ada di pesisir selatan untuk taat kepada risiko bencana itu saja. Kalau memang ditemukan secara analisis risiko bencana proyek itu tidak layak, maka harus dihentikan," kata Rere dalam diskusi.

Baca juga: Pembangunan Infrastruktur di Pulau Jawa Tingkatkan Risiko Bencana

Rere menilai, sejumlah proyek infrastruktur di kawasan pesisir selatan di Jawa Timur meningkatkan kerentanan akan bencana. Secara alami, kata Rere, Jawa Timur rentan dengan ancaman bencana, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor.

"Begitu ada proyek-proyek seperti tambang emas, pasir besi, tembaga, jalan di lintas selatan, dan PLTU ini berjalan di pesisir selatan Jawa Timur ada jenis ancaman baru yang akan terjadi," kata dia.

Ancaman baru itu hilangnya kemampuan masyarakat menopang dirinya ketika bencana terjadi. Hal itu lantaran wilayah yang menjadi sumber kehidupan mereka dirusak dengan aktivitas tersebut.

"Kalau secara wilayah ekologi masih mendukung, persawahannya berjalan baik, wilayah tangkapnya berjalan baik, ekonomi masyarakat berjalan dengan baik. Ketika terjadi bencana, setidaknya masyarakat punya kapasitas memulihkan dirinya," kata Rere.

"Tapi begitu wilayah-wilayah mereka dirusak tentu saja daya masyarakat menurun. Misalnya begitu gagal panen karena wilayahnya dirusak atau wilayah tangkapnya tidak bisa dipakai, begitu terjadi bencana, pendapatannya menurun. Itu meningkatkan kerentanan masyarakat," kata dia.

Rere menekankan pembangunan harus memperhatikan potensi kerawanan bencana di daerah. Apabila suatu kawasan memiliki kerawanan bencana tinggi, pembangunan proyek apa pun tidak boleh dilakukan.

"Kedua, taat kepada tata kelola aturan yang ada. Undang-undang kebencanaan sudah meminta seluruh proyek yang ada di kawasan rawan bencana untuk memuat analisis risiko bencana dan itu tidak pernah dilakanakan. Kalau kita punya itu, kita tahu apakah proyek itu memang boleh dilakukan di wilayah itu atau tidak," ungkap dia.

Jika aspek itu tak dipertimbangkan, pemerintah akan menempatkan masyarakat setempat dalam bom waktu.

"Kita enggak tahu kapan nanti bencana kejadian, tapi potensinya tinggi. Semakin kita meninggikan angka kerentanan bencana, semakin dalam kita meletakkan rakyat pada bom waktu," ungkap dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta Halik Sandera menyatakan, harus ada perubahan dalam kebijakan tata ruang dan kebijakan strategis pembangunan nasional.

Baca juga: Pesisir Selatan Jawa Disebut Kian Rentan Bencana Akibat Investasi dan Pembangunan

"Misalnya bandara, itu tidak harus menjadi ambisi setiap daerah harus punya bandara. Kenapa kami menolak Bandara Kulon Progo? Karena Yogyakarta punya Adisutjipto. Kalau memang overload kapasitas kan di dekatnya ada Solo. Artinya jangan sampai ada ego kedaerahan," ujarnya.

Di Yogyakarta, kata Halik, masih ada proyek-proyek infrastruktur yang bersinggungan dengan jalur patahan aktif. Apabila terjadi gempa besar, berisiko menimbulkan kerugian yang besar pula bagi negara dan masyarakat sekitar.

"Artinya perlu review semua perizinan misalnya izin tambang, pembangunan strategis nasional, yang itu berisiko memicu bencana sehingga itu tidak seharusnya dibangun," ujar Halik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com