Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty: Hukuman Kebiri Kimia, Membalas Kekejaman dengan Kekejaman

Kompas.com - 27/08/2019, 21:58 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia mengkritik rencana eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus kekerasan seksual anak di Mojokerto.

Menurut Amnesty, hukuman tersebut kejam dan tidak seharusnya dilakukan.

"Penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman. Itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid melalui keterangan tertulis, Selasa (27/8/2019).

Baca juga: Ajukan PK, Terpidana Pemerkosa 9 Anak Minta Kebiri Kimia Dibatalkan

Menurut Usman, hukuman kebiri kimia melanggar aturan internasional tentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Aturan ini pun telah diratifikasi oleh Indonesia.

Oleh karenanya, meskipun dengan ini pemerintah berupaya menunjukkan ketegasan mereka dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak, kebiri kimia bukanlah langkah tepat.

Justru, menurut Usman, hal tersebut bisa dibilang sebagai cara instan yang menjauhkan pemerintah dari tanggung jawab reformasi kompleksitas instrumen hukum dan kebijakan terkait pelindungan anak.

Usman mengatakan, aparat penegak hukum Indonesia harus mencari alternatif lain untuk memerangi kejahatan seksual terhadap anak tanpa harus berujung pada hukuman mati, atau hukuman kategori kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat yang melanggar HAM.

"Para pelaku harus dihukum berat setimpal dengan kejahatannya," ujar Usman.

"Pemenjaraan dalam waktu yang lama disertai program-program penyadaran yang dapat membuat seseorang menjadi sadar akan perbuatannya dan tidak melakukannya lagi setelah menjalani masa pidana adalah salah satu caranya," kata dia. 

Baca juga: Komisi VIII: Kalau untuk Efek Jera, Nggak Mungkin Hanya dengan Kebiri

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono mengatakan, putusan pengadilan terhadap Muh Aris (20), pemerkosa 9 anak, seluruhnya akan dijalankan.

Pengadilan memutus pemuda asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto tersebut bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Muh Aris dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, dia dikenai hukuman tambahan berupa kebiri kimia.

"Pidana badannya sudah dilaksanakan, terpidana sudah dieksekusi 12 tahun. Masalah pidana denda dengan subsider dan pidana tambahan (kebiri kimia), itu akan kami laksanakan nanti," kata Rudy Hartono, Senin (26/8/2019) malam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com