Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Soal Perubahan UUD NRI Tahun 1945, Inikah Waktu yang Tepat?

Kompas.com - 28/07/2019, 10:35 WIB
Sri Noviyanti

Editor

KOMPAS.com - Dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Perubahan UUD NRI Tahun 1945: Haruskah Menunggu Momentum?”, di Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (27/7/2019), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) membahas beberapa hal. Salah satunya perlu momen yang tepat untuk melakukannya.

Penyelenggaraan FGD itu adalah kerja sama Badan Pengkajian MPR RI dengan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda.

Dalam keterangan rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (28/7/2019), acara dihadiri Ketua Badan Pengkajian (BP) MPR Dr. Delis Julkarson Hehi, para Wakil Ketua BP MPR Prof. Hendrawan Supratikno dan Martin Hutabarat serta anggota BP MPR Marwan Cik Asan.

Harus tunggu momentum karena tidak serta merta dilakukan, harus menunggu persetujuan mayoritas anggota MPR,” ujar Delis Julkarson Hehi. 

Meski demikian, ia menilai saat ini bisa jadi momentum yang tepat. Sebab, peta politik sekarang cenderung lebih stabil.

“Beberapa faktor mempengaruhi kestabilan tersebut. Salah satunya bertemunya Joko Widodo dan Prabowo Subianto, juga pertemuan Prabowo dengan Ibu Megawati,” katanya lagi.

Ketika kondisi negara cenderung stabil, lanjut Delis, maka inilah momen yang tepat untuk melakukan perubahan. Ia nilai,pada momen ini, masyarakat cenderung berpikir lebih jernih untuk kepentingan yang lebih besar. Artinya, mereka tak berpikiran untuk kepentingan partai politik atau kelompok semata.

“Mengenai agenda perubahan nanti, semangat yang saya tangkap adalah amandemen terbatas dengan menghadirkan kembali GBHN. Menghadirkan kembali GBHN tentu saja terkait dengan kewenangan MPR dan arahnya adalah penguatan kewenangan MPR,” tambahnya.

Martin Hutabarat juga mengungkapkan hal yang sama bahwa saat ini, di saat situasi politik tidak tajam lagi cenderung stabil maka inilah momentum paling memungkinkan untuk melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945.

“Mengenai agenda perubahan adalah kemungkinan perubahan terbatas tidak meluas kemana-mana hanya soal GBHN dan beberapa poin-poin tertentu seperti soal DPR tidak perlu harus memberi persetujuan terhadap calon-calon duta besar, lalu DPR tidak perlu harus menentukan Panglima TNI dan Kapolri. Sebab itu bagian dari eksekutif,” ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Prof. Hendrawan Supratikno juga tegas mengatakan bahwa perubahan UUD NRI Tahun 1945 demi sistem ketatanegaraan yang lebih baik ke depan, perlu dilakukan dan harus dengan momentum yang tepat untuk pelaksanannya.

Definitely, strongly yes bahwa perubahan mesti menunggu momentum yang tepat dan kestabilan politik adalah salah satu faktor munculnya momen tersebut,” imbuhnya.

Hendrawan menyampaikan bahwa ada faktor yang sangat penting agar pelaksanaan perubahan sukses. Salah satunya adalah dengan komposisi Pimpinan serta anggota MPR periode 2019-2024 yang seluruhnya memiliki tekad, visi yang sama dalam hal perubahan serta agenda-agendanya.

”Kami berharap kepada Pimpinan dan angota MPR periode 2019-2024 nanti, intinya semuanya kembali kepada rakyat dan demi kejayaan bangsa dan negara,” ujarnya.

Sementara itu peserta FGD akademisi dari Universitas Mulawarman Warkhatun Najidah mengungkapkan bahwa perubahan UUD NRI Tahun 1945 bukan suatu hal yang tidak boleh tapi merupakan keniscayaan yang biasa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com