Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Robertus Robet Dinilai Tak Berdasar dan Cederai Demokrasi

Kompas.com - 07/03/2019, 10:45 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Kebebasan Berekspresi menilai, penangkapan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Robertus Robet ditangkap polisi pada Kamis (7/3/2019) dini hari atas dugaan pelanggaran Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

"Penangkapan Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai negara hukum serta demokrasi," ujar salah satu anggota tim yang juga Ketua Kontras Yati Andriani melalui siaran pers, Kamis.

Robertus Robet diduga menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.

Baca juga: Ditetapkan sebagai Tersangka, Dosen UNJ Robertus Robet Akan Dipulangkan

 

Hal tersebut diduga dilakukan Robet saat aksi Kamisan di seberang Istana Presiden, Jakarta, pada 28 Februari 2019.

Menurut Yati, apa yang disampaikan Robertus pada saat orasi aksi Kamisan itu adalah kritik mengenai rencana pemerintah menempatkan personel TNI aktif pada kementerian.

"Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara yang sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan amandemennya, UU TNI dan TAP MPR VII/ MPR/ 2000 tentang peran TNI dan Polri," ujar Yati.

"Memasukkan TNI pada kementerian sipil juga mengingatkan kita pada Dwi Fungsi ABRI pada masa Orde Baru yang telah dihapus melalui TAP MPR X/1998 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyemangat dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara dan TAP MPR VI/ MPR/ 2000 tentang pemisahan TNI-Polri," lanjut dia.

Baca juga: Ini Video Orasi yang Diduga Jadi Penyebab Robertus Robet DItangkap Polisi

 

Artinya, menurut tim advokasi, Robertus tidak sedikit pun masuk kategori pasal yang dituduhkan kepadanya.

Yati menegaskan, Robertus Robet dinilainya sama sekali tidak menghina TNI secara institusi.

Justru, orasi Robertus menggambarkan kecintaannya pada TNI dengan mendorong TNI agar lebih profesional.

"Bagi Robertus, menempatkan TNI pada kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti yang telah ditunjukkan pada era Orde Baru," ujar Yati.

Tim advokasi yang terdiri dari Kontras, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Indonesian Legal Roundtable, Amnesty Internasional Indonesia dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat serta ativis hak asasi manusia mendorong agar kepolisian segera membebaskan Robertus dari jerat hukum yang dinilai cenderung otoriter.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com