JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Ombudsman RI Laode Ida memaparkan, ada 7 rekomendasi perbaikan yang bisa dilakukan seluruh pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pelaksanaan seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Hal itu berkaca pada 1.054 laporan masyarakat yang diterima Ombudsman terkait persoalan seleksi CPNS 2018. Laporan-laporan tersebut beragam, mulai dari adanya persyaratan yang tidak jelas dan spesifik hingga tidak siapnya sarana dan prasarana untuk tes.
"Untuk itu Ombudsman menyampaikan beberapa saran perbaikan. Pertama, persyaratan oleh instansi penyelenggara harus divalidasi oleh Panselnas sehingga tidak ada persyaratan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku," kata Laode dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (3/12/2018).
Ia menegaskan, berbagai persyaratan yang disampaikan harus rinci dan jelas. Hal itu terutama menyangkut formasi yang membutuhkan syarat khusus, seperti persyaratan jenis kelamin, agama, jenis disabilitas, atau kemampuan khusus lainnya.
Baca juga: Ombudsman Terima 1.054 Laporan Masyarakat Terkait Persoalan Seleksi CPNS 2018
"Contohnya, pada formasi penghulu pertama (yang dibuka Kementerian Agama) hanya mencantumkan kualifikasi pendidikan S-1 Hukum Islam tanpa menyebutkan bahwa formasi tersebut dikhususkan untuk calon peserta laki-laki," kata dia.
Kedua, ketentuan persyaratan akreditasi harus mengacu pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 32 Tahun 2016.
"Persyaratan tingkat pendidikan calon peserta juga harus memperhatikan rumpun ilmu, bukan menggunakan nomenklatur program studi dan harus mendapat pertimbangan dari Kemenristekdikti sebelum diumumkan kepada masyarakat," ujarnya.
Keempat, perlu adanya masa sanggah kepada para peserta yang merasa keberatan dengan hasil tahapan seleksi CPNS kepada pihak penyelenggara seleksi.
Baca juga: 146 Peserta CPNS Kementerian ESDM Lolos SKD dan Ikuti SKB, Ini Rinciannya
Laode mengingatkan, pihak penyelenggara terkait harus menanggapi pengaduan sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
"Pada saat seleksi berkas, dan (dinyatakan) tidak lulus langsung didrop. Padahal, mereka yang tidak lulus itu sebetulnya menurut mereka, misalnya, sudah memenuhi persyaratan, kenapa tidak diluluskan. Jadi perlu ada masa sanggah," kata dia.
Laode juga menegaskan agar layanan aduan berupa helpdesk atau call center pihak-pihak yang terlibat dalam seleksi CPNS harus aktif dalam memberikan jawaban atau tanggapan atas pertanyaan yang disampaikan masyarakat.
"Sebagian besar laporan yang disampaikan ke Ombudsman sudah disampaikan pelamar kepada instansi penyelenggara, tetapi belum memperoleh penyelesaian," ungkapnya.
Keenam, Laode menekankan pentingnya uji validitas dan reliabilitas terhadap soal-soal yang akan dijadikan standar acuan seleksi.
Hal itu guna memastikan tingkat kelulusan CPNS bisa lebih optimal. Di satu sisi, instansi bisa mendapatkan CPNS yang kompeten dan berintegritas.
Baca juga: BKD DKI Pastikan Tak Ada Perampingan Non-PNS
"Soal-soal untuk formasi disabilitas harus didesain sendiri sesuai dengan karakteristik disabilitas calon peserta. Karena itu, soal tersebut tidak sama dengan soal-soal formasi umum, terutama untuk calon peserta disabilitas netra," paparnya.
Rekomendasi terakhir, pengadaan prasarana dan sarana seleksi harus disiapkan secara matang. Selain itu, harus diuji coba sebelum digunakan dalam seleksi CPNS.
"Banyak kasus itu, laptop, internetnya enggak jalan akhirnya mengganggu konsentrasi peserta. Di Maluku Utara misalnya, 200 laptop lebih yang disediakan (untuk peserta). Yang bisa digunakan hanya 170 unit," kata Laode.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.