JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII DPR Khatibul Umam Wiranu menilai, rencana Kementerian Agama menerbitkan kartu nikah mengandung kelemahan dari sisi filosofis maupun sisi yuridis jika dilihat dari perspektif kebijakan publik.
"Alih-alih memberi nilai manfaat bagi publik, rencana ini justru membuat kegaduhan baru di publik," kata Khatibul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/11/2018).
Dari sisi filosofis, menurut dia, keberadaan kartu nikah akan sulit dijelaskan oleh pihak Kemenag.
Alasannya, kartu nikah bukan kartu identitas diri seseorang serta bukan pula menggantikan buku nikah.
Sementara, dari sisi yuridis, tak ada pijakan hukum atas rencana ini.
Baca juga: Menag: Tak Ada Urusannya Kartu Nikah dengan Penghabisan Anggaran Akhir Tahun
Jika rencana ini dianggap sebagai diskresi Menteri Agama, justru dinilainya bertentangan dengan spirit Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yakni asas bertindak cermat (principle of carefulness).
"Ide ini tidak memiliki kecermatan," kata politisi Partai Demokrat ini.
Dampak lainnya jika rencana ini terealisasi, lanjut Khatibul, akan memunculkan mata anggaran baru sebagai konsekuensi dari keberadaan kartu nikah.
Mata anggaran baru di antaranya biaya perawatan situs, pemeliharaan web, termasuk penggunaan sumber daya manusia (SDM) profesional yang khusus mengelola situs ini.
Dari sisi penganggaran rencana pembuatan, kartu nikah tidak ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementeriaan/Lembaga tahun 2018.
Baca juga: Depok Juga Jadi Tempat Percobaan Peluncuran Kartu Nikah
Dalam RKAK/L tahun 2018 tercatat alokasi anggaran untuk buku nikah sebesar Rp 11 miliar.
"Jika pengadaan Kartu Nikah diambil dari alokasi buku nikah tentu ini menyalahi mekanisme penganggaran," ujar Khatibul.
Atas semua catatan tersebut, Khatibul menyatakan menolak tegas rencana penerbitan kartu nikah karena lemah dari sisi filosofis, yuridis dan berpotensi menabrak asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Ia meminta program ini dibatalkan.
"Saya sarankan Menteri Agama fokus pada tugas, pokok dan fungsinya yang berbasis pada rencana kerja kementerian. Ide dan inovasi boleh saja dilakukan, namun harus dikontestasikan terlebih dahulu di ruang parlemen dan publik," kata Khatibul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.