Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Yakin Praperadilan yang Mengatasnamakan Gubernur Aceh Ditolak Hakim

Kompas.com - 21/09/2018, 16:16 WIB
Abba Gabrillin,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menolak permohonan praperadilan atas nama Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.

Salah satu alasannya, praperadilan itu diajukan orang lain, bukan oleh Irwandi sendiri.

"KPK memandang pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Jumat (21/9/2018).

Pada 18 dan 19 September 2018, tim biro hukum KPK telah memberikan jawaban dan kesimpulan atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Yuni Eko Hariatna terhadap penetapan tersangka Irwandi Yusuf.

iBaca juga: Kasus Gubernur Aceh, KPK Panggil Kepala BPKS dan Kadispora Aceh

KPK juga telah mengajukan 8 alat bukti surat. Salah satu bukti surat yang diajukan menjelaskan bahwa praperadilan ini bukan merupakan inisiatif dari Irwandi Yusuf.

Kemudian, Irwandi tidak pernah memberkan kuasa kepada siapa pun dalam upaya hukum praperadilan.

Selain itu, KPK juga menilai, pemohon tidak menunjukkan keseriusan dalam mengajukan praperadilan.

Sebab, ketika Hakim memberikan kesempatan kepada para pihak dalam beberapa hari untuk mengajukan bukti surat, saksi, dan ahli, pemohon tidak mengajukan satu pun bukti guna mendukung permohonannya.

"Hal ini menunjukkan pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil sebagaimana disampaikan dalam permohonannya," kata Febri.

KPK meyakini tangkap tangan yang dilakukan terhadap sejumlah pihak di Aceh, termasuk Irwandi Yusuf di Pendopo Gubernur Aceh, telah memenuhi kategori Pasal 1 angka 19 KUHAP. Penangkapan dilakukan beberapa saat setelah tindak pidana korupsi itu dilakukan.

KPK meminta pada hakim praperadilan untuk menolak seluruh permohonan praperadilan tersebut atau setidaknya menyatakan tidak diterima.

Irwandi bersama dengan Bupati Bener Meriah, Ahmadi terjerat kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOCA) Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.

Adapun Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Anggaran 2018 itu sebesar Rp 8 triliun.

KPK juga menetapkan dua pihak swasta Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Keduanya bersama dengan Irwandi disebut sebagai penerima. Sementara Ahmadi disebut sebagai pemberi.

Dalam konstruksi perkara, KPK menduga upaya pemberian uang Rp 500 juta dari Ahmadi kepada Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018.

Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dan setiap proyek yang dibiayai dari dana DOCA.

Pemberian uang kepada Irwandi tersebut diketahui dilakukan melalui orang-orang terdekatnya serta orang-orang terdekat Ahmadi sebagai perantara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com