Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Apresiasi Surat Edaran Mendagri untuk Berhentikan ASN Koruptor

Kompas.com - 13/09/2018, 16:08 WIB
Reza Jurnaliston,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi surat edaran yang diterbitkan Kemendagri tentang pemecatan aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Kami apresiasi penerbitan SE Mendagri tersebut yang secara paralel seharusnya dipatuhi oleh para kepala daerah selaku PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Kamis (13/9/2018).

KPK menilai, surat edaran lama Kemendagri nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 masih memberikan ruang kepada ASN yang terbukti melakukan korupsi tidak diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya.

Baca juga: Data BKN, Ada 2.357 Koruptor yang Masih Berstatus PNS

KPK meminta, kepala daerah untuk mematuhi aturan yang berlaku dan penegasan di SE tersebut agar segera memberhentikan ASN yang telah divonis bersalah melakukan korupsi dan perkaranya berkekuatan hukum tetap.

Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan surat edaran baru yang berisikan pemecatan ASN berstatus koruptor.

Surat tersebut diterbitkan dan ditanda tangani oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada 10 September 2018, yang ditujukan untuk seluruh bupati dan wali kota di seluruh Indonesia dengan nomor surat edaran 180/6867/SJ.

Baca juga: Para Koruptor Banyak Terlihat Cengar-Cengir, Ini Kata Psikolog Politik

Dalam surat edaran tersebut, tertulis bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa.

Dengan demikian, pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dan sanksi tegas bagi yang melakukan, khususnya dalam hal ini ASN, untuk memberikan efek jera.

Kemudian, poin kedua surat tersebut bertuliskan memberhentikan dengan tidak hormat ASN yang melakukan tindak pidana korupsi dan telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: 2.357 Koruptor Masih Berstatus PNS, Tjahjo Sebut karena Surat Edaran Kemendagri

Dengan terbitnya surat edaran itu, maka surat edaran lama nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Sebanyak 2.357 koruptor masih berstatus pegawai negeri sipil. Padahal, perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap.

Data tersebut diungkap Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana.

Data itu diperoleh BKN dari penelusuran data di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.

Sementara itu, sebanyak 317 koruptor lainnya sudah diberhentikan tidak hormat sebagai PNS setelah putusan pengadilan mereka berkekuatan hukum tetap.

Temuan ini, kata dia, berawal pada upaya BKN melaksanakan pendataan ulang pegawai negeri sipil (PUPNS) tahun 2015 untuk mendapatkan data akurat, terintegrasi untuk mendukung pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com