KOMPAS.com — Konsul Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi, Mohamad Hery Saripudin mengatakan, sebanyak 116 warga negara Indonesia yang mencoba berhaji lewat jalur ilegal akan dipulangkan secara bertahap ke Tanah Air.
"Beberapa sedang menunggu penerbangan, 32 sudah dideportasi dan 72 akan dipulangkan besok. Lainnya berangsur hingga Sabtu besok supaya sudah selesai semua," kata Hery di ruang Media Center Haji di Mekkah, Kamis (2/8/2018).
Hery mengatakan, 116 WNI itu mencoba peruntungan berhaji di luar kuota resmi. Mereka ditangkap otoritas keamanan Arab Saudi di hotel yang ada di kawasan Misfalah, Mekkah.
Sebagian besar WNI itu tergolong muda karena tahun kelahiran 1970-an dan 1980-an. Adapun asal WNI tersebut, menurut dia, terbanyak dari Lombok, Madura, Banjar, dan Jawa Barat.
Baca juga: Melihat Kisah Perjalanan Haji pada 1800-an...
Pelanggaran yang dilakukan WNI itu adalah berupaya melanggar hukum di Arab Saudi karena dokumen yang mereka gunakan bukan visa haji, tetapi memakai visa kerja, visa umrah, visa ziarah, visa bisnis, dan visa kunjungan keluarga.
Proses pemulangan WNI bermasalah itu, lanjut dia, dilakukan dengan kerja sama lintas sektor.
KJRI mengupayakan pembuatan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang sudah selesai awal awal pekan ini. Dengan demikian, pemulangan WNI itu tinggal menunggu waktu penerbangan saja.
Hery mengatakan, terdapat kecenderungan kasus tersebut berulang setiap tahun dengan pelaku yang memanfaatkan celah keamanan. Dalam kasus itu, melibatkan para oknum yang terorganisasi rapi, termasuk pemukim Indonesia di Saudi dan pelaku lintas negara.
Baca juga: 328 Jemaah Haji Indonesia Tersesat di Masjid Nabawi, Hati-hati Penipuan
Hery menyayangkan kasus itu dilakukan oleh sejumlah pelaku meski mengetahui risiko ditangkap otoritas keamanan.
Hanya saja, tidak semua WNI itu yang mengetahui risiko tersebut dan menjadi korban oknum yang bermotif mendapatkan keuntungan dengan memberangkatkan jemaah untuk berhaji secara ilegal di Arab Saudi.
Atas hal tersebut, dia menyarankan adanya pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi, yaitu dengan pengetatan pengawasan pembuatan paspor dan visa. Perlu juga untuk penguatan hukum, kerja sama lintas sektor, dan pendekatan dari agama.
"Kalau dari akidah perlu ditinjau, berhaji itu mampu secara fisik tapi mampu kesehatan. Lebih penting adalah mampu tidak melanggar hukum. Kalau mau hasanah (baik) sebaiknya dilakukan dengan hasanah. Kalau tidak apakah bisa disebut haji mabrur? Ini perlu interpretasi yang jadi ranah ulama," kata dia.
(Antara)