Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor SBY Dinilai Jadi Kelebihan AHY untuk Jadi Cawapres Prabowo

Kompas.com - 27/07/2018, 06:35 WIB
Devina Halim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, memprediksi politisi Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpeluang besar mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto maju sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019.

Partai Demokrat memang telah melakukan penjajakan politik dengan Partai Gerindra pada Selasa (24/7/2018). Kedua partai disebut sepakat untuk mendukung Prabowo sebagai capres, tetapi nama cawapres masih belum ditentukan.

Menurut Yunarto, AHY memiliki kelebihan-kelebihan krusial yang tidak dimiliki oleh calon-calon lainnya.

Misalnya, pendukung di balik layar yang dimiliki AHY adalah ayahnya, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekaligus mantan presiden RI selama dua periode berturut-turut.

"AHY punya SBY yang dilihat sebagai gerbong politik, yang memiliki jaringan logistik serta jaringan politik yang besar," ujar Yunarto ketika dihubungi oleh Kompas.com, Kamis (26/7/2018).

Baca juga: SBY: Saya Tidak Pernah Tawarkan AHY Cawapres ke Jokowi

Yunarto menjelaskan bahwa kemampuan logistik yang mumpuni akan sangat membantu Partai Demokrat. Terlebih, sebagai kubu penantang petahana, logistik yang diperlukan tentu tidak sedikit.

Selain itu, AHY juga dinilai Yunarto unggul dari segi elektabilitas. Ia berkaca dari masuknya AHY dalam bursa nama-nama kandidat cawapres.

Saat ini masih ada partai lain yang juga mendukung Prabowo, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Namun, Yunarto memprediksi mereka mampu menerima pasangan tersebut.

Baca juga: AHY Tersenyum Dengar Prabowo Tak Masalah jika Dirinya Jadi Cawapres

Meskipun masing-masing partai menawarkan kadernya sebagai cawapres, menurut Yunarto, PAN dan PKS tidak memiliki nilai tawar yang tinggi. Keduanya tidak memiliki keunggulan seperti AHY.

"Jadi menurut saya, meskipun 'dikawin paksa', tetapi hal paling realistis yang harus diterima oleh dua belah pihak, andai kata memang (berkoalisi), mereka harus bergabung," ucapnya.

Namun, PAN dan PKS masih akan mendapatkan bagian dalam kekuasaan pemerintah.

Yunarto menjelaskan, kompensasi politik dapat berupa pembagian kursi yang lebih banyak dalam jabatan-jabatan strategis.

Kompas TV Partai Demokrat mengaku tak ingin terburu buru menentukan sikap politik pada Pilpres 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com