JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pansus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafi'i berpendapat bahwa frasa motif politik, ideologi, dan ancaman terhadap keamanan negara harus tercantum dalam definisi terorisme dan diletakan dalam batang tubuh RUU Antiterorisme
Menurut Syafi'i, frasa tersebut bertujuan untuk membedakan apakah suatu tindakan kejahatan masuk dalam kategori kriminal biasa atau terorisme.
"Saya berpendapat harus ada pembeda antara kriminal biasa dan terorisme," ujar Syafi'i dalam rapat Tim Perumus RUU Antiterorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2019).
Syafi'i menjelaskan, suatu tindakan tidak bisa dikategorikan sebagai terorisme apabila tidak memenuhi unsur adanya motif politik, ideologi atau ancaman terhadap keamanan negara.
Baca juga: Pemerintah Ingin Definisi Terorisme Tanpa Motif Politik, Ideologi dan Ancaman Negara
Misalnya, seorang terduga teroris melakukan pembunuhan akibat berselisih paham dengan orang lain tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme.
Di sisi lain, definisi dalam batang tubuh dapat diterapkan secara kumulatif atau alternatif sehingga tidak menyulitkan aparat penegak hukum dalam bertindak.
"Misal ada orang yang berlabel teroris, dia selisih paham kemudian melakukan pembunuhan, apa ini bisa disebut teroris? Saya rasa bukan," ucapnya.
"Saya setuju sifatnya mau alternatif atau kumulatif, tapi kita bisa pertanggungjawabkan ke publik bahwa ada perbedaan antara kriminal biasa dan terorisme," kata dia.
Baca juga: Polri: Saat Ini Kopassus Sudah Bersama Densus 88 Berantas Terorisme
Sebelumnya, Tim Panja Pemerintah revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) ingin frasa motif politik, ideologi dan ancaman negara dalam definisi terorisme.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Tim Panja Pemerintah Enny Nurbaningsih dalam rapat Tim Perumus RUU Antiterorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2019).
"Definisi ini sudah kami sepakati dalam rapat 14 Mei 2018 dan kami juga membuat alternatif setelah menerima berbagai usulan serta masukan," ujar Enny.
Enny menyampaikan usulan definisi terorisme yang disepakati di rapat panja pemerintah, yakni terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas pubik atau fasilitas.
Baca juga: Ini Rencana Skema Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme
Sementara, alternatif yang diusulkan, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Terkait frasa motif ideologi, politik dan ancaman terhadap negara, lanjut Enny, pemerintah menyepakati frasa tersebut dimasukkan ke dalam bagian penjelasan umum dan tidak perlu dimasukkan dalam batang tubuh.
"Sementara ini kesepakatan pemerintah yang sudah ditandatangani semua unsur-unsur yang ada dalam pemerintah ini kami merumuskannya terkait dengan frasa itu masuk ke dalam penjelasan umum," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.