JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengungkapkan keherannya kepada pengusaha tambang yang berani mengabaikan rekomendasi KPK terkait izin pertambangan.
Padahal rekomendasi itu sedang diupayakan untuk diimplementasikan oleh pemerintah daerah.
Saat ini, kata dia, banyak perusahaan tambang yang punya izin namun tidak punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dan yang sudah memiliki NPWP pun banyak yang tidak membayar pajak.
"Kami minta kepada pemerintah daerah yang mengeluarkan izin, ditutup (izinnya). Namun ada pemda yang dilawan dan kalah di pengadilan," ujarnya dalam dalam diskusi Refleksi Gerakan Anti-Korupsi, Menjawab Tantangan 20 Tahun Reformasi, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
"Sehingga ada pejabat daerah itu yang datang dan menangis beneran. Dia bilang 'sedih sakit hati, saya ingin melaksanakan rekomendasi KPK,'" sambung Laode.
Baca juga: Pertama Kalinya KPK Menilai Kerusakan Lingkungan sebagai Kerugian Negara
Rekomendasi KPK, kata dia, tidak hanya ditandatangani Ketua KPK, namun juga diteken Presiden, Panglima TNI, Polri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
"Semua sudah (ada tandatangan) tetapi itu dilawan dan masih banyak yang melawan," kata Laode.
Bagi KPK, sektor pertambangan terbilang aneh. Sebab mengacu pada data, banyak kejanggalan dalam penerbitan 10.000 izin di sektor pertambangan.
Misalnya, di Sulawesi Tenggara, Kalimatan Timur, dan Kalimatan Utara, luas konsesi lahan diizin tambang lebih luas dari pada luas daratan di daerah-daerah tersebut.
Kondisi ini, menurut Laode, persis seperti terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara pada bebarapa tahun silam. Kini realitas itu dia temui di Indonesia.
"Dulu saya pikir enggak akan saya lihat di negeri sendiri, (sekarang) ada terjadi," kata dia.