Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Harta Sitaan Hasil Penipuan Bisa Dikembalikan ke Korban

Kompas.com - 11/04/2018, 16:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Ketua Kelompok Advokasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Novian mengatakan aset yang disita dalam kasus penipuan bisa dikembalikan kepada pihak yang berhak. Hal tersebut ia sampaikan dalam kapasitas sebagai ahli dalam sidang perkara First Travel.

"Kalau dia (kasus) penipuan, dikembalikan pada yang berhak," ujar Novian dalam sidang di Pengadilan Negeri Depok, Rabu (11/4/2018).

Jika harta atau aset tersebut memiliki nilai tambahan seperti NJOP atau bunga, maka kelebihannya akan dikembalikan ke kas negara. Hakim kemudian menanyakan siapa pihak yang berhak yang dimaksud oleh ahli. Menurut Novian, korban merupakan salah satu pihak yang berhak menerima aset sesuai jumlah kerugiannya.

"Dalam kasus penipuan, mana kala dia telah melaporkan telah ditipu, punya data yang lengkap soal penipuan itu, tentunya orang tersebut salah satunya yang berhak atas uangnya yang telah ditipu pelaku," kata Novian.

Baca juga : Ahli Dari PPATK Beberkan Modus Operandi Pencucian Uang di Sidang First Travel

Namun, kata Novian, harus ada mekanisme yang membuktikan bahwa orang tersebut berhak menerima nya.

"Tapi kalau negara kalau harta yamg dirampas tidak bertuan, tentu dirampas untuk negara," kata Novian.

Sebelumnya, para korban penipuan umrah dari First Travel menginginkan uangnya yang telah disetorkan ke perusahaan travel itu bisa kembali ke tangan mereka. Oleh sebab itu, diharapkan upaya para calon jemaah yang menempuh upaya perdata di PN Jakarta pusat bisa dijadikan pertimbangan jaksa dan hakim.

Baca juga : First Travel di Ambang Pailit

"Harapan ribuan orang jemaah yang telah menyetorkan uangnya ke FT untuk dapat berumrah adalah mereka ingin tetap uangnya dapat dikembalikan," kata tim kuasa hukum para korban penipuan umrah First Travel, Luthfi Yazid.

Kemudian, calon jemaah yang dihadirkan sebagai di sidang First Travel juga menuntut keadilan. Iriyanti merupakan satu dari puluhan ribu korban penipuan First Travel yang mendesak uangnya dikembalikan.

Para korban dijanjikan berangkat umrah dengan membayar Rp 14,3 juta ditambah biaya-biaya lainnya dengan iming-iming diberangkatkan lebih cepat.

Baca juga : First Travel Utang Rp 2,4 Miliar untuk Pengadaan 90.000 Koper Jemaah Umrah

Namun, nyatanya, lebih dari 63.000 calon jemaah tidak kunjung berangkat. Mereka kini mempertanyakan uang yang telah mereka setorkan.

Saat dihadirkan sebagai saksi, sambil memohon, Iriyanti meminta pihak perusahaan bertanggungjawab dan mengembalikan uang mereka utuh.

"Uang kami minta dikembalikan seutuhnya. Karena itu uang hasil jerih payah 22 tahun untuk umrah," kata Iriyanti saat bersaksi dalam sidang First Travel di Pengadilan Negeri Depok, Senin (12/3/2018).

Iriyanti menumpahkan kekecewaannya dalam sidang. Ia yakin korban lainnya juga merasakan hal yang sama.

Uang yang dia kumpulkan bertahun-tahun hilang dalam sekejap. Tidak jelas pula apakah dalam putusan pengadilan nanti, aset-aset yang disita bisa dikembaalikan ke para jemaah seutuhnya.

"Saya minta dikembalikan uang kami. Kami berharap sekali," kata Iriyanti.

Kompas TV Jaksa menghadirkan Esti Agustin dalam sidang lanjutan perusahaan perjalanan umrah First Travel di Pengadilan Negeri Depok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com