Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga RUU Ini Gagal Masuk Prolegnas, Diduga karena Minim Perempuan di Parlemen

Kompas.com - 08/03/2018, 23:16 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga rancangan undang-undang (RUU) tidak masuk dalam program legislasi nasional diduga karena jumlah legislator perempuan minim di DPR.

"Tiga rancangan itu adalah rancangan perubahan UU tentang Perkawinan, UU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan UU tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender," kata Bendahara Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Suci Mayang Sari, di DPP PSI, Jakarta, Kamis (8/3/2018).

(Baca juga: Kasus Pelakor Menjelang Hari Perempuan Internasional, Apa Artinya?)

Ia mengungkapkan, total perempuan di parlemen sekarang ini hanya ada 97 orang atau 17,5 persen dari total keseluruhan anggota parlemen yang mencapai 560 orang.

Angka tersebut jauh dari peraturan yang menyatakan parpol harus menyertakan keterwakilan perempuan sebesar 30 persen. Namun, aturan-aturan tersebut tidak berdampak pada upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen.

"Pertama ada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua, UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan PKPU Nomor 6 Tahun 2018. Tetap saja tidak ada efek yang signifikan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan," katanya.

(Baca juga: Menteri Agama: Perempuan Punya Kekuatan Cegah Korupsi)

Dia menyayangkan hal tersebut sebab hampir 49,75 persen dari populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 261 juta jiwa merupakan populasi perempuan.

Alhasil, pasal-pasal yang berkaitan dengan perempuan, hingga kini, belum dapat diperjuangkan. Misalnya, batasan usia menikah 16 tahun di Undang-undang tentang Perkawinan menyebabkan gagalnya program wajib belajar 12 tahun.

Batasan ini juga menjadikan Indonesia sebagai negara ketujuh di dunia dengan perkawinan anak di bawah umur.

"Undang-Undang tentang Pekerja Rumah Tangga juga berkaitan dengan perempuan. Gagalnya rancangan ini disahkan adalah PRT entan terhadap eksploitasi, upah rendah, tindakan kekerasan dan lain-lainnya," ujar Suci.

(Baca juga: Sandiaga: 70 Persen Anggota OK OCE Perempuan)

Terakhir, gagalnya Rancangan Undang-Undang Kesetaraan Gender juga berimplikasi pada munculnya aturan-aturan diskriminatif terhadap perempuan.

Suci mencatat aturan diskriminatif ke perempuan terdiri dari 124 perda yang menimbulkan kriminalisasi perempuan, 90 aturan tentang cara berpakaian, 35 aturan tentang jam malam bagi perempuan, serta 30 aturan tentang pemisahan ruang publik.

"Perda ini ada di 5 wilayah, Jawa Barat, Sumatera Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Ini tantangan buat kita, harus cari cara agar diubah. Para perempuan harus masuk ke sistem ikut ke dalam," kata Suci.

Suci menilai keterwakilan perempuan di politik baik dari segi kuantitas dan kualitas diharapkan bisa mendukung kepentingan perempuan dan menghasilkan kebijakan dengan perspektif gender.

Kompas TV Jelang peringatan Hari Perempuan Internasional, UN Women bersama Indonesia Business Coalition For Women Empowerment, menggelar 'He For She' run 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com