Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Sebut Surat Berlogo DPR ke KPK soal Pemanggilan Novanto Sudah Dibahas Pimpinan

Kompas.com - 08/11/2017, 17:11 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, surat Ketua DPR Setya Novanto yang dikirim oleh Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi  sudah dibahas dalam rapat pimpinan.

Surat tersebut berisi alasan Novanto tak hadir dalam pemeriksaan KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Surat tersebut menyatakan, pemeriksaan Novanto sebagai anggota DPR harus seizin Presiden.

"Pernah berkali-kali kami rapatkan soal (surat) ini," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Baca: Hanya Setya Novanto yang Bisa...

Menurut Fahri, surat tersebut sah dikirimkan  Setjen DPR kepada KPK karena Novanto selaku anggota DPR memiliki hak perlindungan sebagaimana tertera dalam Pasal 224 Ayat 5 dan 245 Ayat 1 Undang-Undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Menurut dia, pimpinan DPR sejak lama menggelar rapat membahas surat tersebut.

Ketua DPR Setya Novanto (kedua dari kanan) meninggalkan ruang persidangan usai bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi NarogongKOMPAS.com/Andreas Lukas Altobeli Ketua DPR Setya Novanto (kedua dari kanan) meninggalkan ruang persidangan usai bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong
Akhirnya, Biro Hukum Setjen DPR melakukan kajian dan menyatakan surat tersebut memiliki kedudukan hukum untuk dikirim ke KPK.

"Ini rapimnya sudah lama, dan membahas tentang apa rekomendasi biro hukum terhadap pembatalan Pasal 245 ini yang seingat saya Biro Hukum mengatakan itu. Nah ketika pandangan hukum itu dipakai, ya memang menurut saya benar," lanjutnya.

Sedianya, pada Senin (6/11/2017) lalu, Novanto dijadwalkan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus e-KTP. 

Baca juga: Benarkah KPK Butuh Izin Presiden untuk Periksa Setya Novanto?

Ia beralasan, sebagai anggota DPR pemanggilannya oleh KPK membutuhkan izin dari Presiden sebagaimana tercantum dalam UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Novanto lantas mengirimkan surat kepada KPK melalui Setjen DPR.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, dalam surat itu ada lima poin pokok pada surat dari DPR untuk KPK terkait pemanggilan Novanto.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, Setya Novanto melakukan blunder.

Sebab, pada Pasal 245 Ayat (3) huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.

"Korupsi adalah tindak pidana khusus bahkan dilabeli sebagai extra ordinary crime. Jadi tidak ada alasan bagi Ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK," kata Refly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Ia menilai, pihak Novanto kurang cermat karena hanya melihat satu ayat pada pasal tersebut.

"Saya kira sangat blunder dan menurut saya staf-stafnya tidak membaca ini secara cermat," lanjut dia. 

Kompas TV Setelah KPK mengeluarkan SPDP baru atas nama Setya Novanto, bagaimana strategi KPK agar tidak kalah lagi di praperadilan?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com