Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Didik Supriyanto
Kolumnis

Kolomnis, tinggal di Semarang, bisa dihubungi melalui didik.rangga@gmail.com. Selain menulis di beberapa media, Didik Supriyanto juga menulis sejumlah buku pemilu. Daftar buku-buku pemilu karya Didik Supriyanto bisa dilihat di https://goo.gl/8rSaEm

Menyoal Bawaslu, Penampilan Baru, Wewenang Baru, Persoalan Baru

Kompas.com - 08/11/2017, 14:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

SEJAK Rabu (1/11/2017) lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mulai menangani laporan pelanggaran administrasi pemilu yang diadukan oleh beberapa partai politik calon peserta pemilu. Mereka mengadukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mereka adalah beberapa dari 13 partai politik yang proses pendaftaran untuk menjadi peserta pemilu legislatif pada Pemilu 2019, dihentikan. Di antaranya adalah dua peserta Pemilu 2014: Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

KPU tidak melanjutkan verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual atas syarat-syarat menjadi peserta pemilu, karena mereka tidak lengkap mengajukan semua syarat yang diminta undang-undang. Mereka ternyatakan gagal sebagai partai poliitk peserta pemilu.

Atas hal tersebut, beberapa partai politik melaporkan ke Bawaslu bahwa KPU telah melakukan pelanggaran administrasi. Ini adalah jalan pertama yang mereka tempuh, sebab mereka tidak bisa bersengketa dengan KPU karena KPU belum mengeluarkan keputusan tentang partai politik peserta pemilu.

Apabila Anda sempat menyaksikan bagaimana Bawaslu mulai menangani laporan pelanggaran administrasi tersebut, maka sesungguhnya terdapat hal-hal baru. Sesuatu yang tidak pernah terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Ketua dan anggota Bawaslu tampil formal, berjas hitam berdasi rapi. Mereka duduk di meja tinggi menghadap pengunjung. Di depan sebelah kanan, duduk para pelapor dari partai politik, sedangkan depan sebelah kiri, duduk terlapor, anggota KPU.

Ketua Bawaslu memiliki palu untuk ketukan memulai dan mengakhiri kegiatan, juga ketukan atas hal-hal penting.

Sajauh ini, baik pelapor maupun terlapor, menyebut “sidang majelis” atau “ketua majelis” untuk anggota dan ketua Bawaslu. Tapi bukan tidak mungkin sebutan-sebutan itu akan berubah menjadi “yang mulai mejelis” atau “yang mulai ketua sidang”.

Ya itulah situasi penanganan pelanggaran administrasi pemilu. Bentuknya persidangan, bukan lagi rapat kajian sebagaimana sebelumnya.

Sampai saat ini, sesungguhnya peraturan Bawaslu tentang tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi belum disahkan. Bawaslu sudah membikin drafnya, tetapi belum sempat dikonsultasikan ke DPR, sehingga belum diberlakukan.

Sidang pendahuuan penanganan pelanggaran adminstrasi tersebut mengacu pada draf peraturan tersebut. Draf itu sendiri mengacu pada praktik persidangan di peradilan umum maupun mahkamah konstitusi.

Perubahan penanganan pelanggaran administrasi, dari semula berupa rapat kajian menjadi persidangan terbuka, merupakan implikasi atas perubahan wewenang Bawaslu dalam menyelesaikan pelanggaran administrasi pemilu.

Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif, laporan dari Partai Idaman digelar oleh Bawaslu RI, Jakarta, Senin (6/11/2017).KOMPAS.com/ESTU SURYOWATI Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif, laporan dari Partai Idaman digelar oleh Bawaslu RI, Jakarta, Senin (6/11/2017).
Undang-undang pemilu sebelumnya menempatkan Bawaslu hanya sebagai bagian dari proses penyelesaian pelanggaran administrasi, sedang penuntasnya adalah KPU.

Dalam praktik, Bawaslu melakukan rapat kajian tentang ada-tidaknya pelanggaran administrasi dari suatu laporan pengaduan. Jika ada, maka Bawaslu merekomendasikan kepada KPU untuk menuntaskan pelanggaran itu.

Namun rekomendasi itu sering diabaikan KPU sehingga Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No 7/2017) memperkuat wewenang Bawaslu. Lembaga ini tak lagi sekadar pemberi rekomendasi, tetapi sebagai eksekutor atau pemutus perkara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com