Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pernyataan Panglima TNI, Kata Menhan Ada Komunikasi yang "Enggak Nyambung"

Kompas.com - 26/09/2017, 19:57 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, ada miskomunikasi terkait pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menimbulkan polemik dalam beberapa hari terakhir.

Dalam rekaman yang beredar di media sosial, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.

Gatot juga mengungkapkan soal larangan bagi Kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.

"Yang jelas komunikasi enggak nyambung. Enggak nyambung ini saya tanya, ada apa nih kok enggak nyambung. Tinggal telepon doang kok enggak nyambung. Dari sini ke bulan saja bisa nyambung," ujar Ryamizard saat ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017).

Baca: Menhan Minta Polemik soal Pernyataan Panglima TNI Disudahi

Ryamizard menegaskan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) memang membeli 500 pucuk senjata api dari PT Pindad.

Dia menunjukkan lampiran berkas dokumen izin pembelian senjata api yang dikirimkan ke Kementerian Pertahanan pada Mei 2017.

Selain ditujukan kepada Menteri Pertahanan, surat permohonan itu juga dikirimkan kepada Panglima TNI.

"Pembelian ini sudah atas izin Menhan jadi tidak ada masalah. Tinggal masalah komunikasi saja," kata Ryamizard.

"Ini kan sudah ada. Mungkin tidak dilaporkan saja sama asisten Panglima. Mungkin," tambah dia.

Ryamizard menjelaskan, keputusan untuk menunjukkan dokumen rahasia pembelian senjata itu bukan bermaksud untuk memanaskan situasi saat ini, melainkan memperjelas terkait ramainya polemik soal pembelian senjata.

Baca juga: 
Panglima TNI yang Penuh Kontroversi dan Reformasi Keamanan

Sebagai Menteri Pertahanan, Ryamizard merasa bertanggung jawab agar tidak terjadi lagi kesalahan komunikasi antar-institusi negara.

"Saya sebenarnya sudah malas mau ngomong. Karena sudah terlalu banyak orang yang ngomong dari pemikirannya masing-masing. Padahal yang namanya senjata itu ada aturannya. Ada UU-nya," kata Ryamizard.

"Saya bukan memanas-manasi. Saya memperjelas agar tidak terjadi lagi yang seperti ini. Karena saya Menteri Pertahanan, maka saya harus ngomong. Menhan itu mengurusi pertahanan negara. Kalau pertahanan negara jelek, itu yang tanggung jawab saya, yang digantung saya kok. Bukan siapa-siapa," ucap Mantan Kasad itu.

Sebelumnya, terkait rekaman yang beredar, Panglima TNI mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya.

Namun, Gatot menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.

Menanggapi pernyataan Panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menjelaskan bahwa institusi non-militer yang berniat membeli senjata api adalah BIN untuk keperluan pendidikan.

Jumlahnya tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk. BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu.

Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.

Kompas TV Soal 5.000 Senjata, Menhan: Itu Miskomunikasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com