JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meminta berbagai pihak tidak berpolemik terkait pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyebut ada institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.
Panglima TNI juga bicara soal larangan bagi kepolisian untuk memiliki senjata yang bisa menembak peralatan perang TNI.
Ryamizard menuturkan bahwa situasi saat ini dinilainya tidak baik.
"Dari awal saya sudah saya sampaikan, sudahlah, ribut-ribut segala macam. Hubungan antara Kemenhan dan TNI itu sangat dekat," ujar Ryamizard saat ditemui di Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017).
Menurut Ryamizard, polemik terkait pernyataan Panglima TNI tersebut harus dihentikan. Sebab, hal itu justru akan menimbulkan pertentangan antarinstitusi dan berpengaruh pada sektor pertahanan negara.
"Kalau seperti ini terus, tidak bersatu, negara bisa pecah sendiri. Bubar negara ini. Itu perlunya Menhan bicara. Saya bicara bukan hanya asal ngomong begitu," kata Ryamizard.
"Tugas saya bagaimana pertahanan negara ini bagus. Maka saya ajak bela negara, apalagi yang namanya polisi dan tentara, harus. Kalau sudah berhadapan begitu enggak benar, maka saya harus bicara," ucap mantan Kepala Staf TNI AD itu.
(Baca juga: Panglima TNI yang Penuh Kontroversi dan Reformasi Keamanan)
Ryamizard pun menegaskan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) memang membeli 500 pucuk senjata api dari PT Pindad. Dia menunjukkan lampiran berkas dokumen izin pembelian senjata api yang dikirimkan ke Kementerian Pertahanan pada Mei 2017.
Selain ditujukan kepada Menteri Pertahanan, surat permohonan itu juga dikirimkan kepada Panglima TNI.
"Pembelian ini sudah atas izin Menhan jadi tidak ada masalah. Tinggal masalah komunikasi saja," kata Ryamizard.
Ryamizard menjelaskan bahwa keputusan untuk menunjukkan dokumen rahasia pembelian senjata itu bukan bermaksud untuk memanaskan situasi saat ini, melainkan memperjelas terkait ramainya polemik soal pembelian senjata.
Sebagai Menteri Pertahanan, Ryamizard merasa bertanggung jawab agar tidak terjadi lagi kesalahan komunikasi antarinstitusi negara.
"Saya sebenarnya sudah malas mau ngomong. Karena sudah terlalu banyak orang yang ngomong dari pemikirannya masing-masing. Padahal yang namanya senjata itu ada aturannya. Ada undang-undangnya," kata Ryamizard.
"Saya bukan memanas-manasi. Saya memperjelas agar tidak terjadi lagi yang seperti ini. Karena saya menteri pertahanan, maka saya harus ngomong. Menhan itu mengurusi pertahanan negara. Kalau pertahanan negara jelek, itu yang tanggung jawab saya, yang digantung saya kok. Bukan siapa-siapa," ucap Mantan KSAD itu.
Informasi mengenai pernyataan Jenderal Gatot Nurmantyo terungkap setelah beredar rekaman suaranya di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).
Belakangan, Gatot mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya. (Baca: Panglima TNI Akui Rekaman Pernyataannya soal 5.000 Senjata Api)
Namun, dia menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.
Menanggapi pernyataan Panglima TNI, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menjelaskan bahwa institusi non-militer yang berniat membeli senjata api adalah BIN untuk keperluan pendidikan. Jumlahnya tak mencapai 5.000 pucuk, tetapi hanya 500 pucuk.
BIN juga sudah meminta izin ke Mabes Polri untuk pembelian senjata itu. Izin tak diteruskan ke TNI lantaran spesifikasi senjata yang dibeli BIN dari Pindad itu berbeda dengan yang dimiliki militer.