Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sineas Didorong Garap Film Peristiwa 1965 yang Lebih Akurat

Kompas.com - 19/09/2017, 14:49 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setara Institute menganggap film mengenai peristiwa 1965 perlu dibuat kembali dengan cerita yang lebih realistis.

Alur cerita film itu harus dibuat sesuai apa yang terjadi saat itu, tanpa ada pengaburan fakta.

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, film tersebut harus lebih objektif, tak semata propaganda dan fokus pada kekerasan.

"Tapi juga menuturkan prolog mengapa peristiwa itu meletus dan epilog serta sequel yang berakibat tragis bagi sebagian orang Indonesia yang tidak terlibat dan menjadi korban," ujar Bonar, melalui keterangan tertulis, Selasa (19/9/2017).

Baca: Jokowi Ingin Ada Film G30SPKI Versi Kekinian

Dengan demikian, kata Bonar, film baru itu mampu menjadi refleksi bagi generasi milenial, bukan sekadar menyajikan kekerasan dan kebencian.

Ia mengatakan, sejarah bukan hanya menyorot pihak yang menang dalam peristiwa itu, tetapi diangkat juga sisi sosial dan perspektif korban.

"Sekaligus mengandung edukasi dan imajinasi sosial bagi sebuah bangsa tentang apa yang diperlukan di masa depan," kata Bonar.

Bonar menganggap film berjudul Pengkhianatan G30S/PKI yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C. Noer seharusnya tak lagi diputar.

Baca: Mendagri Persilakan TV Kembali Tayangkan Film Pengkhianatan G30S/PKI

Film yang dibuat pada era Presiden kedua RI Soeharto tersebut dianggap sarat dengan kepentingan pada masanya.

Oleh karena itu, perlu ada pembaharuan dalam film versi baru yang lebih objektif.

Jika memang akan diputar kembali, kata dia, hendaknya diimbangi juga dengan film-film serupa yang mengangkat seputar peristiwa 1965 agar pemahaman sejarah generasi milineal utuh dan analitis.

"Sudah saatnya kita berdamai dengan sejarah. Melihat sejarah dengan mata terbuka dan kepala dingin. Bukan memperuncing sejarah demi kepentingan politik kekuasaan," kata Bonar.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo ingin film soal sejarah peristiwa 1965 diperbaharui untuk generasi sekarang.

Ia menekankan bahwa menonton film, apalagi mengenai sejarah itu penting. Namun, menurut Presiden, seharusnya film itu dibuat lebih kekinian agar generasi muda lebih mudah memahami bahayanya komunisme.

“Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” kata Jokowi.

Kompas TV TNI Angkatan Darat menginstruksikan seluruh prajuritnya untuk menggelar nonton bareng film pengkhianatan gerakan 30 September.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com