BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Mahkamah Konstitusi

Di Balik Kisah MK Korea Selatan Makzulkan Presiden Park Geun-hye

Kompas.com - 10/08/2017, 15:02 WIB
Haris Prahara

Penulis


SOLO, KOMPAS.com -
Park Geun-hye mencatatakan tinta emas sebagai presiden perempuan pertama Korea Selatan. Perjalanannya begitu menginspirasi, tetapi siapa yang sangka perjalanan politik dia tak semulus harapan.

Di balik capaian dan prestasi, Park juga tercatat sebagai presiden pertama yang dimakzulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) negara ginseng tersebut. Sejarah itu tercatat sebagai titik balik demokrasi di Koea Selatan.

Kisah tersebut kemudian dibuka kembali olehHakim MK Korea Selatan Lee Jinsung di hadapan peserta Simposium Internasional Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia (AACC) di Solo, Jawa Tengah, Kamis (10/8/2017).

“Ini menjadi pembelajaran bagi presiden maupun pejabat publik agar tidak menyalahgunakan kekuasaan,"  ujarnya tegas.

Lee mengisahkan, pada Juli 2016 di Korea Selatan merebak skandal korupsi yang dilakukan Park. Kabar itu membuat media massa ramai memberitakan kasus rasuah yang melilit pemimpin mereka.

Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Park kala itu adalah dugaan menekan sejumlah perusahaan besar agar memberikan uang kepadanya untuk kelancaran bisnis. Uang tersebut digunakan Park untuk mendirikan yayasan demi keuntungan pribadi.

Setelah itu, Park sempat menyampaikan permintaan maaf kepada publik. Akan tetapi, hal itu ternyata tidak cukup meredam amarah publik. Skandal justru terus menggelinding.

"Amarah publik begitu meluap, hingga akhirnya lebih dari 10 juta orang turun ke jalan menuntut (Park) mundur," ucap Lee.

Meski begitu, Park tetap menolak mundur dari jabatannya. Hingga akhirnya, aksi jalanan itu berlanjut dengan dorongan kepada parlemen Korea Selatan untuk memakzulkan Park.

Parlemen akhirnya menyetujui desakan publik. Sidang istimewa resmi digelar pada penghujung 2016. Hasilnya, parlemen menyetujui pemakzulan Park dengan keunggulan mutlak dalam voting.

Mantan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye (kanan) tiba di kejaksaan, Selasa (21/3/2017), untuk menjalani pemeriksaan terkait skandal korupsi.KIM HONG-JI / AFP Mantan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye (kanan) tiba di kejaksaan, Selasa (21/3/2017), untuk menjalani pemeriksaan terkait skandal korupsi.

"Putusan parlemen belumlah cukup untuk memakzulkan Park. Dalam Pasal 65 Konstitusi Korea Selatan, keputusan akhir pemakzulan berada di tangan Mahkamah Konstitusi," jelas Lee.

Setelah sejumlah sidang, MK Korea Selatan memutuskan bahwa Park terbukti melanggar konstitusi dan mesti dimakzulkan. Park dinilai telah melanggar amanah rakyat dan melukai semangat demokrasi dan prinsip anti-korupsi.

"Itu (skandal korupsi) pelanggaran berat. Amat mencoreng demokrasi dan hukum," tegas Lee.

Patuh hukum

Lebih lanjut, Lee mengatakan, kasus pemakzulan Park menjadi catatan sejarah yang membuat demokrasi Korea Selatan semakin kaya pengalaman.

Menurut Lee, seorang kepala negara sekalipun dapat dilengserkan tatkala menyalahgunakan mandat rakyat. Dalam kasus Park, perempuan presiden pertama itu mesti melepas jabatan setahun lebih cepat dari periode seharusnya.

"Rakyat kelas apapun harus menghargai konstitusi, termasuk presiden," ucapnya.

Lee kemudian menutup paparannya dengan sebuah kalimat. "Demokrasi modern banyak tantangan, akan tetapi prinsip fundamental konstitusi selalu menang," tambah Lee.

Sebagai informasi, Simposium Internasioal AACC merupakan kegiatan puncak untuk menutup masa kepemimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia sebagai Presiden AACC 2014-2017 sekaligus memperingati HUT MK ke-14.

Rangakain acara Simposium Internasional telah berlangsung sejak Senin (6/8/2017) dan berakhir hari ini. Adapun sebanyak 13 delegasi anggota AACC hadir dalam simposium tersebut.


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com