Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PHK Massal MNC Group Dinilai Salahi Prosedur UU Ketenagakerjaan

Kompas.com - 05/07/2017, 15:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sasmito Madrim dari Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI) menilai bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 300 pekerja oleh perusahaan MNC Group milik Hary Tanoesoedibjo, tidak sesuai prosedur yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sasmito mengatakan, PHK dilakukan secara sepihak, sebab hingga saat ini pihak perusahaan tidak menjelaskan dasar dari PHK tersebut.

"PHK yang dilakukan saat ini kan tidak sesuai prosedur. Dari manajemen belum ada penjelasan resmi, kalau ada penjelasan kan enak, karyawan di-PHK karena apa," ujar Sasmito usai bertemu Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Perindustrian Kementerian Ketenagakerjaan John Daniel Saragih di gedung Kemenaker, Jakarta Selatan, Rabu (5/7/2017).

Selain tidak menyertai alasan yang jelas, lanjut Sasmito, pihak perusahaan juga tidak memberikan surat peringatan kepada karyawan sebelum menerima surat pemberitahuan PHK. Surat pemberitahuan PHK itu tidak diberikan langsung ke karyawan, melainkan dikirimkan ke rumah.

(Baca: Pesangon Tak Sesuai, Ratusan Karyawan MNC Group Menolak PHK)

"Kemudian surat PHK yang diberikan ke teman-teman itu juga tidak manusiawi. Ada teman-teman yang sudah bekerja belasan tahun, surat PHK-nya ini hanya diberikan melalui surat dikirim ke rumahnya," kata Sasmito.

Selain itu, menurut Sasmito, pihak MNC Group juga tidak memberikan pesangon yang sesuai dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan.

Sasmito mengatakan, ada sejumlah karyawan yang sudah bekerja selama lebih dari lima tahun, namun pesangon yang diterima tidak sesuai dengan masa kerjanya.

Sementara itu, UU Ketenagakerjaan menyatakan karyawan yang telah menjalankan masa kerja lebih dari lima tahun dan kurang dari enam tahun, berhak uang pesangon sebesar enam kali dari upah per bulan.

(Baca: Hary Tanoe: Saya Hanya Katakan, Suatu Saat Saya Akan Pimpin Negeri Ini)

"Kami sedang mendorong untuk mediasi bipartit dulu ya. Kami menolak PHK dan berharap pihak manajemen tidak melakukan PHK sepihak. Kalaupun terjadi PHK, kami mendorong perusahaan memberikan hak yang sesuai undang-undang," ucapnya.

Berdasarkan Pasal 151 UU Ketenagakerjaan, pihak pengusaha, serikat buruh dan pemerintah harus mengusahakan agar PHK tidak terjadi.

Jika PHK tidak bisa dihindari maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan pekerja atau.serikat pekerja.

Selain itu, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja atau buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Kompas TV Mogok kerja nasional dilakukan serentak oleh sopir tangki Pertamina di sebelas daerah di awal pekan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com