Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi ASN: Mutasi Aparatur Sipil Negara Jangan seperti Mengelola Warung

Kompas.com - 22/05/2017, 23:18 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara Tasdik Kinanto mengatakan, mutasi aparatur sipil negara (ASN) boleh saja dilakukan, termasuk pemberhentian jabatan.

Akan tetapi, mutasi harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Ia menyoroti kebijakan yang dilakukan kepala daerah terhadap ASN.

"Boleh diganti, boleh di non-job kan, boleh dipromosikan tapi kan ada aturannya," ujar Tasdik di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta, Senin (22/5/2017).

Menurut dia, alasan mutasi atau pemberhentian ASN yang dilakukan oleh kepala daerah harus jelas.

Misalnya, alasan tersebut di antaranya karena melakukan pelanggaran, kompetensinya tak sesuai bidang yang dikerjakan, atau kinerja yang menurun.

"Jangan seperti mengelola warung, 'Hari ini kamu (ASN) pindah'. Enggak boleh begitu, kasihan," kata dia.

Ia menambahkan, kepala daerah sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komisi ASN sebelum mengambil kebijakan terhadap ASN.

Dengan cara ini, kebijakan tidak diambil secara subjektif karena Komisi ASN akan memberikan rekomendasi kepada kepala daerah.

Hingga saat ini, Komisi ASN banyak mendapat laporan dari ASN.

Laporan ini ditindaklanjuti Komisi ASN dengan mengeluarkan rekomendasi atau teguran kepada kepala daerah.

Namun, banyak juga yang tak mengindahkan rekomendasi Komisi ASN.

"Kalau ada yang direkomendasikan tapi tidak menjalankan maka kami berikan teguran, sekali, dua kali. Lalu tidak bisa dan dia tak menjelaskan (alasannya), ya sudah kami lapor Presiden, karena yang memberikan sanksi adalah Presiden," ujar Tasdik.

Komisioner Ombudsman RI Laode Ida mengatakan, Ombudsman menerima sejumlah laporan terkait mutasi atau pemindahan kerja bagi aparatur sipil negara (ASN) yang menyalahi aturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Laporan itu disampaikan oleh ASN dari berbagai wilayah di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com