JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mengatakan, ketentuan soal ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) lebih baik tak ditentukan melalui mekanisme voting.
Alasannya, ketentuan itu menyangkut keterpilihan presiden pada masa yang akan datang.
Taufik mengusulkan, terkait ketentuan itu dilakukan dengan berdiskusi dan mengundang petinggi-petinggi partai politik.
"Saya mengusulkan jangan sampai divoting tapi komunikasi antar ketum-ketum parpol. Jangan seperti pilihan lurah atau kades. Bukan merendahkan, ini pimpinan nasional kita," kata Taufik, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/5/2017).
Ia menilai, tak masalah jika semakin banyak calon presiden yang maju mencalonkan diri.
"Itu sah-sah saja," kata Politisi Partai Amanat Nasional ini.
Baca: Jika "Presidential Threshold" 5 Persen, PKB Bakal Usung Capres di Pemilu 2019
Hingga hari ini, pembahasan RUU Pemilu masih berjalan.
Presidential threshold menjadi salah satu dari empat isu krusial dalam undang-undang tersebut.
Isu tersebut mengerucut menjadi tiga opsi, yakni 0 persen, 20-25 persen, dan 5 persen usulan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Taufik mengatakan, perlu ada kompromi untuk menentukan keputusan yang tepat.
"Kita tidak bisa mengatakan yang 0 persen paling baik, atau yang 20 persen paling baik, enggak bisa. Ini perlu kompromi," ujar Taufik.
Baca: Rhoma: "Presidential Threshold" Anomali, Tak Rasional, dan Tak Relevan