Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ahok Effect" dan Kajian LIPI soal Kampanye Politik Identitas di Indonesia

Kompas.com - 04/05/2017, 11:07 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait Pilkada Jakarta 2017 menunjukkan adanya peningkatan intensitas kampanye berbasis politik identitas, khususnya agama.
 
Dinamika yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta meninggalkan sejumlah catatan penting bagi perjalanan demokrasi di Indonesia.
 
Masifnya penggunaan politik identitas semasa kampanye dianggap penting untuk dievaluasi.
 
Tingginya penggunaan isu agama dalam kampanye Pilkada Jakarta membuat peta politik berubah.
 
Hal tersebut diketahui dari temuan LIPI sebelum putaran pertama Pilkada Jakarta berlangsung.
 
Peneliti LIPI Nostalgiawan Wahyudhi menyebutkan, hanya 3,6 persen pemilih Jakarta yang memilih berdasarkan faktor agama.
 
Pada putaran pertama Pilkada DKI, pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Syaiful Hidayat mengungguli dua pesaingnya yakni Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Hatimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.
 
Ahok, yang dijerat kasus dugaan penodaan agama, mengantongi 42,99 persen suara pada putaran pertama.
 
Pada putaran kedua, perolehan suara Ahok-Djarot sebesar 42,04 persen, selisih belasan persen dari Anies-Sandi.
 
Berdasarkan kajian LIPI, aspek agama bukan faktor determinan pada kemenangan Anies-Sandi.
 
"Di putaran kedua kita bisa melihat strategi kampanye Ahok-Djarot miskin platform. Mereka hanya mengandalkan debat sebagai upaya untuk menggerus suara Anies-Sandi. Itu hanya mampu mencuri 1-2 persen saja," ujar Wawan, sapaan akrab Nostalgiawan.
 
"Tim Ahok - Djarot terlalu percaya bahwa agama merupakan faktor determinan dalam Pilkada Jakarta. Akhirnya mereka yang aslinya memiliki basis masa wong cilik melupakan kampanye dengan program merakyat. Itu malah diambil tim Anies-Sandi," lanjut Wawan.
 
Dengan kata lain, Wawan menilai, faktor agama pada Pilkada Jakarta merupakan sesuatu yang bersifat flying in between. Tidak statis, melainkan secara sengaja dimainkan dan dikapitalisasi.
 
Kajian LIPI menyatakan, adanya kapitalisasi isu agama pada Pilkada Jakarta terlihat dari masifnya pengerahan massa selama kampanye dan ujaran kebencian yang menyitir
ajaran agama dalam bentuk spanduk di ruang publik dan juga di dunia maya.
 
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris memprediksi,  penggunaan politik identitas pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 bakal menguat.
 
Menurut Haris, hal itu berpotensi terjadi karena isu politik identitas, dalam hal ini agama, mudah untuk membakar emosi masyarakat dan digunakan untuk menggalang dukungan politik.
 
"Itu (politik identitas) begitu efektif digunakan di Jakarta. Mereka yang menggunakannya merasa efektif. Makanya potensi penguatannya di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 juga cukup besar," ujar Haris, seusai seminar di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
 

Oleh karena itu, Haris menekankan, penggunaan politik identitas dalam kampanye harus dihentikan dan dilawan.

Meskipun, menurut dia, dibutuhkan kerja panjang untuk menjaga rasionalitas pemilih agar tidak terjebak dalam kampanye yang menggunakan politik identitas.
 
"Jadi harus dimulai dari pendidikan di level sekolah. Pemerintah harus memasukkan pendidikan kewarganegaraan dan kebangsaan supaya pengaruh politik identitas tidak besar," ujar Syamsuddin.
 
"Jangan sampai anak usia sekolah itu pemikirannya sudah sektarian. Sudah menganut pemahaman fanatisme yang sempit," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com