Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Pelarangan atau Pembatasan, RUU Minuman Beralkohol "Deadlock"

Kompas.com - 05/04/2017, 14:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan RUU Minuman beralkohol saat ini masih dibahas di tingkat panitia kerja (Panja). 

Pembahasan masih memperdebatkan dua pemikiran antara larangan minuman beralkohol dengan pengecualian secara terbatas dan pendapat yang lebih mengedepankan pengendalian dalam tata kelola minuman beralkohol.

"Terdapat perbedaan mendasar di antara dua kutub pandangan tersebut," kata Anggota Panitia Khusus RUU Larangan Minol dari Fraksi PPP Mustaqim dalam keterangan tertulis, Rabu (5/4/2017).

Mustaqim mengatakan, jika RUU itu terkait pelarangan minuman beralkohol, semua aktifitas mulai produksi, distribusi, peredaran, perdagangan sampai konsumsi adalah kegiatan terlarang.

"Meski dilarang namun ada sedikit pengecualian terutama wisatawan asing dan kepentingan terbatas lainnya yang dilakukan melalui perizinan dan pengawasan yang ketat," ucap Mustaqim.

Sedangkan pengendalian, berpegang pada prinsip minuman beralkohol hanya perlu dikendalikan dalam aspek produksi sampai konsumsi.

Mustaqim meminta seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah harus menyelesaikan pembahasan RUU ini.

"Tidak boleh ada upaya untuk membuat pembahasan RUU menjadi deadlock. Terlalu banyak yang sudah dirugikan dengan tidak adanya regulasi yang tegas terkait dengan  ini," ucapnya.

Sikap fraksi PPP sampai saat ini, lanjut Mustaqim, adalah melarang secara terbatas minuman beralkohol.

Hal ini didasarkan pada fakta kegagalan pengendalian minuman beralkohol sehingga timbul korban jiwa.

“Kita tidak mundur untuk masalah ini," ucapnya.

Mustaqim mengatakan, berdasarkan riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan, tahun 2007 jumlah remaja pengonsumsi minuman beralkohol masih di angka 4,9 persen, pada laki-laki 8,8 persen dan perempuan 0,5 persen.

Tetapi pada tahun 2014, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh salah satu LSM, jumlahnya melonjak hingga 23 persen dari total jumlah remaja saat ini.

Selain itu juga konsumsi minuman beralkohol menjadi pemicu kriminalitas dan sudah terbukti membawa efek kesehatan yang buruk.

Pelarangan minuman beralkohol juga dilakukan demi melindungi generasi muda yang menurut penelitian terus meningkat jumlahnya yang terpapar minuman beralkohol.

Generasi muda adalah aset bangsa yang wajib dijaga. Pelarangan minuman beralkohol juga sejalan dengan kebutuhan pengaturan di berbagai daerah seperti di Provinsi Papua yang tegas melarang menuman beralkohol karena mengancam kelangsungan hidup bangsa Papua.

"Karena itu, sikap Fraksi PPP tentang larangan Minuman Beralkohol sudah final. Bahkan jika diperlukan PPP akan mengusulkan dalam pembahasan di pansus, apabila Pemerintah dan Fraksi lain menolak, maka pelarangan Minuman Beralkohol diberlakukan khusus bagi umat Islam," ucap Mustaqim.

Menurut dia, hal ini sejalan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.

Dalam UU tersebut UU harus berdasarkan asas kebinekaan. Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus memerhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com