JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu memunculkan wacana baru.
Keberadaan penyelenggara pemilu di level provinsi dan kabupaten kembali ditinjau ulang.
Struktur di provinsi dan kota atau kabupaten diwacanakan bersifat ad hoc. Pasalnya, mulai tahun 2024 mendatang, pemilu di Indonesia, di level nasional hingga daerah, hanya akan berlangsung sekali dalam lima tahun.
Dengan sistem ini, pemilu legislatif nasional serta daerah, presiden serta wakil presiden, serta kepala daerah, akan berlangsung dalam waktu satu tahun.
Jika demikian, maka keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di provinsi dan kota atau kabupaten hanya akan bekerja menjelang tahun pemilu.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu Benny K. Harman.
Ia menyatakan, wacana untuk menjadikan struktur KPU dan Bawaslu di daerah bersifat ad hoc memang menguat di rapat Pansus.
Sebab, anggaran yang dikeluarkan negara untuk membiayai gaji Komisioner KPU dan Bawaslu daerah cukup besar.
Hal senada disampaikan oleh anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi.
"Kalau dibuat permanen seperti KPU di provinsi dan kabupaten seperti sekarang, maka anggaran cukup besar tapi mereka setelah pemilu tak ada beban kerja," kata Taufiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Ia menyadari, masing-masing pilihan memiliki dampak negatif dan positifnya. Dengan dibuat struktur ad hoc tentu perpanjangan tangan KPU pusat ke daerah akan melemah.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, DPR perlu melihat format pemilu yang hendak dibakukan.
Jika ke depannya format pemilu yang hendak dibentuk adalah pemilu serentak yang berlangsung hanya dalam setahun, struktur KPU dan Bawaslu daerah yang bersifat ad hoc bisa direalisasikan.
Akan tetapi, jika dalam perkembangannya muncul pemisahan tahun pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, maka sebaiknya struktur KPU daerah tetap permanen seperti sekarang.
"Hal itu dulu yang harus dipastikan pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR, sebelum memutuskan struktur penyelenggara pemilu daerah bersifat permanen atau ad hoc," ujar Titi.
"Selain itu, yang perlu dipertimbangkan adalah hilangnya fungsi update data dari KPU daerah yang selama ini berjalan. Karena mereka selama ini jadi pusat informasi. Selain itu fungsi pendidikan politik yang telah diberikan mereka juga hilang, itu yang harus dipikirkan," lanjut Titi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.