JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu poin nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) yang diteken Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung adalah penggeledahan salah satu pihak yang terikat dalam MoU harus diberitahukan kepada pimpinan pihak yang jadi sasaran penggeledahan.
Selama ini, KPK maupun Polri dan Kejaksaan tak pernah membuat surat pemberitahuan jika hendak menggeledah.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sifat MoU adalah pedoman bagi ketiga institusi. Itu merujuk pada undang-undang dan hukum acara yang berlaku.
(Baca: MoU Polri, Kejagung, dan KPK Dinilai Memperlemah Penegakan Hukum)
Seperti Kitab Hukum Acara Pidana, Undang-undang 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
"Ada perbedaan. Ini pemberitahuan, jadi bukan izin terhadap atasan yang bersangkutan atau izin penggeledahan dan penyitaan," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/3/2017).
Keharusan adanya pemberitahuan itu berlaku agar ketiga lembaga memiliki pedoman untuk bisa berkoordinasi.
(Baca: Fahri Anggap KPK Tak Paham UU karena Bikin Mou dengan Polri dan Kejagung)
Febri menyebutkan, dalam UU 30/2002 KPK memiliki kewenangan khusus terkait penyitaan. KPK bisa menyita tanpa izin dari Ketua Pengadilan. Artinya, KPK bisa menggeledah tanpa harus meminta izin pihak manapun.
Selain itu, Febri berharap tidak adanya klausul tentang izin yang termaktub dalam Surat Edaran Nomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM yang dikeluarkan Polri pada Rabu (14/12/2016).
Surat tersebut menginstruksikan lembaga penegak hukum, yakni KPK, kejaksaan, dan pengadilan yang akan melakukan pemanggilan anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan, dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri (Mako Polri) harus seizin Kapolri.
(Baca: Perbarui MoU, Ini Hal yang Disepakati KPK, Polri dan Kejagung)
"Kami harap nanti di seluruh daerah tidak ada lagi klausul tentang izin, yang ada hanyalah pemberitahuan yang sifatnya pedoman untuk berkoordinasi. Jadi poin itu yang bagi ketiga institusi tetap mematuhi hukum acara yang berlaku," ujar Febri.