Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebebasan dan Demokrasi Kebablasan

Kompas.com - 16/03/2017, 22:01 WIB

Oleh: Saidiman Ahmad

Presiden Joko Widodo menyatakan, demokrasi di Indonesia saat ini sudah kebablasan. Pernyataan dalam pidato saat pengukuhan Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (22/2) itu menjadi perbincangan publik.

Demokrasi dianggap sudah sampai ke titik maksimal, bahkan melampauinya. Karena itu, yang terjadi adalah kondisi demokrasi yang tidak ideal atau bahkan kekacauan. Apakah kesimpulan ini memiliki dasar teoretis dan mencerminkan pendapat umum?

Konsolidasi demokrasi

Benarkah demokrasi Indonesia sudah sampai ke batas terjauh? Freedom House adalah lembaga pemeringkat kebebasan yang paling sering jadi rujukan. Menurut lembaga ini, sejak 2013, Indonesia kembali masuk era partly free setelah sebelumnya ada di posisi fully free. Alih-alih sampai ke level terjauh seperti dialami negara-negara yang mapan dalam demokrasi, Indonesia kini malah mundur dalam kualitas demokrasi dilihat dari unsur yang terpenting: kebebasan.

Walaupun mundur dalam kualitas demokrasi, di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia terdepan dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil. Indonesia bahkan satu di antara sedikit negara Asia yang menganut sistem demokrasi elektoral. Tentu saja, dibandingkan dengan negara-negara yang sudah mapan dalam demokrasi, seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru, kualitas demokrasi kita masih tertinggal.

Dengan demikian, pernyataan bahwa demokrasi Indonesia kebablasan yang artinya sudah pernah sampai ke titik terjauh tidak mendapat legitimasi teoretis dan faktual. Sekarang malah kualitas demokrasi kita mundur.

Menurut Juan Linz dan Alfred Stepan, sebuah rezim demokratis disebut terkonsolidasi jika ia memenuhi tiga unsur. Pertama, unsur behavioral: tak ada aktor politik dominan yang mencoba meraih ambisi kuasanya dengan menciptakan rezim nondemokratis. Kedua, unsur sikap: mayoritas warga percaya bahwa prosedur dan institusi demokrasi adalah cara terbaik meraih kekuasaan. Ketiga, aspek konstitusional: baik pemerintah maupun kekuatan non-pemerintah bisa menyelesaikan sengketa dalam ruang hukum.

Demokrasi terkonsolidasi jika ia menjadi satu-satunya prosedur dalam meraih kekuasaan, Dalam bahasa Linz dan Stepan, it is the only game in town.

Dari aspek behavioral, hampir tak ada gerakan dominan di masyarakat yang mencoba mengganti sistem demokrasi. Kekuatan politik dominan sejauh ini masih sepakat berkompetisi dalam ruang demokrasi. Satu-satunya kelompok yang terang-terangan memobilisasi warga menolak demokrasi hanya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Namun, pengaruh mereka tak signifikan.

Pada aspek sikap, mayoritas mutlak warga Indonesia tak tertarik dengan gagasan mengganti sistem demokrasi. Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan bahwa dukungan pada demokrasi sangat tinggi. Sekitar 68 persen warga menyatakan, walaupun tidak sempurna, demokrasi adalah sistem politik terbaik.

Jika demokrasi kebablasan berarti demokrasi keluar dari jalur, pandangan ini juga tak memiliki basis dukungan publik. Mayoritas publik Indonesia justru menilai demokrasi kita saat ini sudah berjalan di jalur yang benar. Survei nasional SMRC yang dilakukan berkala menunjukkan dukungan yang konsisten bahwa demokrasi berjalan di jalur yang semestinya (78 persen pada survei November 2016).

Selain menganggap demokrasi sebagai sistem terbaik dan sekarang berjalan pada jalur yang benar, publik juga mengapresiasi pemerintah yang menjalankan sistem ini. Tingkat kepuasan publik pada pemerintah, yang dalam hal ini diwakili oleh presiden, masih cukup tinggi, yakni 79 persen (survei November 2016).

Hal ini berbeda dengan negara-negara demokratis lain. Pada banyak negara, umumnya publik sangat kritis dan skeptis terhadap jalannya pemerintahan. Mereka antipati pada penyelenggara negara dan parpol. Namun, tingkat penerimaan pada demokrasi sebagai sistem terbaik masih sangat tinggi. Fenomena di mana warga kritis pada penyelenggara sistem demokrasi tetapi percaya pada sistem oleh Pippa Norris dan kawan-kawan disebut fenomena critical citizens.

Dalam hal ini, Indonesia tampak belum berada dalam kondisi itu. Yang terjadi adalah kondisi sempurna di mana warga menerima demokrasi sebagai sistem terbaik dan menganggap sistem ini dijalankan secara benar. Kekhawatiran presiden dan para elite lain tentang demokrasi yang kebablasan lagi-lagi tidak ada dasar dalam persepsi publik.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com