JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan alasannya tidak menggunakan diskresi terkait status Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Menurut Tjahjo, penggunaan diskresi tersebut berpotensi menimbulkan gugatan hukum.
"Ini kan negara hukum, kalau kami keluarkan diskresi tanpa ada dasar hukum yang menurut Kemendagri tidak kuat, kami bisa digugat balik," ujar Tjahjo seusai menemui pimpinan Ombudsman di Gedung Ombudsman Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Tjahjo mencontohkan, ia pernah memberhentikan dengan tidak hormat bupati yang tertangkap tangan menggunakan narkoba.
Hingga saat ini, keputusan itu terus digugat ke pengadilan.
"Bahkan, sampai tingkat banding, kasasi, saya kalah terus di pengadilan. Alasannya, wong ini orang belum diputus hukum kok sudah diberhentikan," kata Tjahjo.
Mengenai Ahok, saat ini Kemendagri sedang menunggu Mahkamah Agung untuk mengeluarkan fatwa.
Namun, apabila MA tidak juga mengeluarkan fatwa, Kemendagri akan tetap menunggu proses pengadilan.
Menurut Tjahjo, secara aspek yuridis, pembuktian salah atau tidak seseorang hanya dapat ditentukan melalui putusan hakim melalui jalur pengadilan.
Sebelum ada putusan pengadilan, seseorang belum bisa dinyatakan bersalah.
"Kalau saya ambil diskresi tanpa dasar yang kuat, wong yang jelas narkoba saja saya digugat kok," kata Tjahjo.
Masa kampanye Pilkada DKI 2017 telah berakhir. Ahok kini kembali aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, sah atau tidaknya Ahok menjabat kembali sebagai gubernur menjadi polemik.
Polemik ini karena status Ahok sebagai terdakwa karena kasus dugaan penodaan agama yang menjeratnya.