Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panasnya Media Sosial Gara-gara Berita "Hoax"...

Kompas.com - 24/01/2017, 06:06 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden kelima Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyon, melalui akun Twitter resminya @SBYudhoyono, menyatakan keresahannya terhadap fenomena penyebaran hoax.

“Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah & penyebar hoax berkuasa & merajalela. Kapan rakyat & yang lemah menang? SBY,” tulisnya.

Maraknya hoax ternyata tidak hanya mengundang keresahan para figur politik dan pembesar di negara ini. Masyarakat juga resah. Akibat hoax, perdebatan panas lebih sering terjadi. Putusnya hubungan pertemanan hanya karena debat tersebut pun bukan hal yang tidak mungkin terjadi.

Seperti yang dikemukakan Indra, eksekutif muda di salah satu perusahaan migas. Ia resah dengan banyaknya informasi hoax yang banyak menyebar lewat grup Whatsapp hingga media sosial seperti Facebook.

(Baca: Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita "Hoax"?)

“Kalau saya perhatikan biasanya marak munculnya hoax itu memang di saat-saat seperti ini. Menjelang Pilkada, Pilpres, atau pada saat ada kebijakan baru. Misalnya seperti yang harga STNK kemarin. Banyak deh, mulai dari yang isunya politik sampai yang menyangkut ke SARA,” ujarnya.

Sebagai orang yang tidak mudah memercayai informasi-informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya, Indra merasa resah. Menurutnya, hoax yang mengandung substansi SARA, perbedaan paham, sangat rentan mengundang gesekan dan mengganggu ke-Bhinnekaan.

Ia bahkan pernah mengalami perdebatan serius akibat hoax dengan temannya di media sosial.

“Tapi susah sih, kita nggak bisa batesin orang mau menyebar informasi apa. Seperti di grup Whatsapp misalnya. Kitanya yang harus bijaksana. Kalau saya setidaknya cek benar atau tidak ada beritanya di portal berita resmi, kalau sumbernya belum jelas saya tidak mau percaya,” katanya.

(Baca: Hati-hati Berita "Hoax", Amati Ciri-cirinya...)

Keresahan yang sama juga diungkapkan oleh Aprida Mardelina. Ia sedih berita-berita hoax dapat menjadi sumber keributan. Bukan hanya antar teman saja, tetapi juga antar saudara.

“Misalnya saja soal kegunaan satu tanaman yang bisa jadi obat. Begitu tahu informasi tersebut faktanya salah, dan kita kasih tahu, malah dibilang kita enggak percaya,” ujarnya.

Pengalaman menyaksikan perdebatan di media sosial juga pernah dialaminya saat Pilpres 2014. Perdebatan tersebut mengenai calon presiden dukungan masing-masing.

“Banyak di media sosial yang isinya berita dengan judul-judul spektakuler. Orang jadi ingin klik padahal sumbernya nggak jelas, fotonya nggak nyambung sama isi beritanya, dipotong-potong statement orang di dalamnya,” kata Aprida yang berkarier di salah satu perguruan tinggi swasta tersebut.

(Baca: Ujaran Kebencian dan "Hoax" Picu Tawuran Warga)

Berbeda dengan Indra dan Aprida yang tidak mudah percaya terhadap berita hoax, Yovita, yang saat ini berwirausaha, mengaku bingung informasi mana yang harus dipercayai.

“Saya pernah suatu hari meneruskan saja berita broadcast message dari grup keluarga. Sebenarnya sih tujuannya baik supaya yang lain juga dapat berhati-hati atau waspada. Ternyata berita tersebut salah dan mau tidak mau saya harus menjelaskan, minta maaf, karena tidak mengecek terlebih dahulu,” katanya.

Ia mengaku berita-berita hoax yang paling meresahkannya adalah berita-berita SARA, atau kriminalitas. Terutama jika lokasi yang dekat dengan tempatnya beraktivitas disebut dalam berita hoax tersebut.

“Saya malah sering dapat berita-berita seperti itu dari grup keluarga, dari orang-orang terdekat. Macam-macam beritanya sampai kadang bingung sendiri memilah mana yang benar, mana yang tidak,” ujar Yovita.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman:


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com