JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa Bupati Katingan Ahmad Yantenglie bisa dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat kasus perzinaan.
Namun, hak pemakzulan itu kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Katingan.
"Silakan, itu hak DPRD. Seorang kepala daerah, di daerah yang kecil, tidak punya wibawa di mata masyarakatnya ini kan repot," ujar Tjahjo di Kementerian Pertahanan, Jakarta (12/1/2017).
Tjahjo menjelaskan, pemerintah pusat tidak bisa memberhentikan kepala daerah secara sepihak. Ini disebabkan sudah ada mekanisme pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Maka dari itu, pemberhentian Yantenglie dapat dilakukan melalui DPRD. Adapun caranya, dengan mengirimkan permohonan ke Mahkamah Agung.
Tjahjo mengatakan, pencopotan bupati oleh DPRD juga pernah terjadi sebelumnya, yakni Bupati Garut Aceng Fikri yang saat itu dinilai melanggar etik lantaran diketahui telah menikah siri.
Oleh karena itu, kata Tjahjo, perihal pencopotan Yantenglie masih menunggu sikap DPRD.
"Seperti di Garut kemarin memberhentikan itu lain lagi. Katingan ini kami menunggu bagaimana DPRD," kata politisi PDI-P tersebut.
Yantenglie menjadi tersangka kasus dugaan perzinaan setelah tertangkap basah sedang berduaan dengan seorang wanita, FY, tanpa busana dalam kamar rumah kontrakan di Kelurahan Kasongan, Katingan, Kamis (5/1/2017).
Perbuatan mereka diketahui oleh Aipda SH, suami FY. (Baca juga: Bupati Katingan Diperiksa Usai Berduaan dengan Istri Polisi)
SH selaku korban melaporkan kejadian itu ke polisi dan kasus ini dilimpahkan ke Polda Kalteng.
Bupati dan teman wanitanya, FY (34), ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan perzinahan.
(Baca juga: Berduaan di Kamar, Bupati Katingan dan Istri Polisi Jadi Tersangka)