Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Berebut Suara Mereka yang Diam

Kompas.com - 21/12/2016, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

KOMPAS.com - Pasca Orde Baru, Pemilu 1999 adalah pesta demokrasi yang fenomenal jika dilihat dari sisi peserta dan partisipasi, meski dalam dua pemilu berikutnya justru terus turun secara signifikan jika melihat jumlah golput (tidak memilih). Hal serupa terjadi pada Pilkada pada umumnya.

Sejumlah faktor yang mempengaruhi meningkatnya angka golput dalam pemilu antara lain, masyarakat yang sudah putus asa dan kecewa dengan pemerintah, masyarakat yang apatis terhadap pemerintah, masyarakat tidak mendapatkan figur yang cocok untuk dipilih dan menjadi harapan, menganggap golput sebagai sikap memprotes pemerintah, dan adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan dan bersifat penting.

Jika Pilkada DKI dianggap sebagai barometer politik daerah bahkan bagi Indonesia, maka fase perbaikan saya catat terjadi pada Pilkada 2012 ketika mempertemukan calon gubernur petahana Fauzi Wibowo dan penantang Joko Widodo (Jokowi). Adanya harapan baru membuat angka golput mengalami penurunan.

Setidaknya, prediksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI pada 2013 tentang golput yang akan terus meningkat tidak terbukti dalam Pemilu 2014. Sebaliknya, tingkat partisipasi masyarakat pemilih secara signifikan meningkat, meski belum mampu menyaingi Pemilu 1999 dan 2004.

Lalu bagaimana dengan Pilkada DKI yang tinggal dua bulan jelang pemilhan 15 Februari 2017? Tentu ini hal menarik, jika melihat besarnya energi yang tercurah pada Pilkada DKI. Praktis seluruh partai bekerja keras, perhatian media pun dipaksa fokus pada Jakarta.

Hampir serupa dengan Pilkada DKI tahun 2012 yang penuh drama, episode Pilkada DKI tahun 2017 dengan bintang gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini jauh lebih seru berkat, meminjam istilah Ariel Heryanto, cara berpolitiknya yang telanjang.

Alhasil, akibat lontaran verbal Ahok, tak hanya partai-partai yang lintang pukang mengimbangi tingkah polahnya, rakyat kebanyakan hingga, maaf saja, Presiden pun harus turun tangan meredam akibat yang ditimbulkannya.

Pada sisi lain, ada hal menarik dari setiap drama yang dihadirkan dalam Pemilu atau Pilkada yang linier dengan daya tarik masyarakat untuk memberikan suaranya. Artinya, semakin dramatis narasi yang terbangun, simpati publik akan berlipat.

Simak saja Pemilu 2004 yang menampilkan kisah Susilo Bambang Yudhoyono yang teraniaya dan Pemilu 2014 yang menampilkan drama rivalitas capres Prabowo vs Jokowi. Narasi yang bahkan sanggup memaksa para undecided voters terpanggil untuk menentukan pilihan.

Harap dicatat, undecided voters berbeda dengan golput. Undecided voters adalah pemilik suara yang masih bisa dipengaruhi dengan perlakuan komunikasi (communication treatment) dan program. Sementara yang golput adalah orang yang sejak awal memang memilih untuk tak memilih di pemilu.

Boleh dibilang, undecided voters adalah mereka yang memilih diam. Dalam survei atau polling yang biasa dilakukan tim sukses calon atau independen, golongan undecided voters terekam sebagai yang belum memilih atau merahasiakan pilihan. Mereka inilah yang kerap disebut sebagai swing voters.

Dalam catatan saya, dari lima lembaga survei yang telah merilis jajak pendapat mereka pada bulan Oktober dan November maka undecided voters selalu bergerak stabil pada kisaran 20 persen. Artinya, pertarungan ketiga calon masih sama kuat hingga saat ini dan ketiganya masih harus bekerja keras mempengaruhi undecided voters yang memilih diam namun sangat menentukan.

Atas-bawah

Sebagai fenomena politik undecided voters adalah hal yang umum. Untuk di Indonesia, sejauh ini statistik undecided voters relatif stabil akibat kegagalan banyak partai melakukan pengkaderan dan penyebaran ideologi.

Umumnya, undecided voters berusia antara 20-29 tahun (15-16 persen dan di atas usia 50 tahun (kisaran 20 persen). Sementara dari sisi pendidikan, sekitar 20 persen undecided voters lulus SD atau di bawahnya, sedangkan tamatan SMP dan SMA ada di kisaran 15 persen, dan pernah kuliah kurang dari 20 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com