Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Peradilan Militer Perlu Direvisi jika TNI Terlibat dalam Pemberantasan Terorisme

Kompas.com - 16/12/2016, 19:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri berpendapat, pencantuman pasal pelibatan TNI dalam draf revisi Undang-undang No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang tepat.

Jika TNI dilibatkan dalam upaya penanggulangan terorisme, maka pemerintah dan DPR juga harus merivisi Undang-Undang No 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Kita tidak pernah bicara tentang aturan main bagi pelibatan tentara dalam penanggulangan terorisme. Tentara itu terikat dengan yang namanya undang-undang peradilan militer. Nah UU itu tidak dibahas seiring dengan pembahasan pasal pelibatan TNI dalam revisi UU penanggulangan terorisme," ujar Puri, di Kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (16/12/2016).

Dalam pantauan Kontras, kerja TNI terlihat menonjol ketika dilibatkan dalam operasi perburuan kelompok teroris Santoso di Poso.

Untuk situasi khusus tertentu, kata Puri, keterlibatan tentara memang diperbolehkan.

Bantuan dalam penegakan hukum tersebut masuk kategori operasi militer selain perang.

Namun, jika dilihat dalam kasus-kasus penindakan terorisme, yang lebih banyak terjadi adalah penyerangan di tempat-tempat publik.

Idealnya, menurut Puri, penindakan di ruang publik merupakan domain kepolisian.

"Memang harus ada peraturan yang mengatur kapan TNI bisa diperbantukan dalam upaya penindakan terorisme. Salah satunya melalui revisi UU Peradilan Militer sebagai mekanisme pengawasan terhadap kerja-kerja TNI nantinya," kata Puri.

Pada kesempatan yang sama, staf Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, Arif Nur Fikri mengatakan, UU Peradilan Militer harus direvisi agar mekanisme pengawasan terhadap TNI lebih akuntabel dan transparan.

Menurut Arif, pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme rentan disalahgunakan jika tidak ada mekanisme pengawasan yang terbuka, misalnya potensi penggunaan alasan terorisme untuk melakukan operasi pemberantasan kelompok separatis di Papua.

"Jangan sampai ketika UU ini diberlakukan, banyak operasi di daerah lain yang mengatasnamakan pemberantasan terorisme. Ini dampaknya akan berbahaya, timbul penyalahgunaan wewenang," ujar Arif.

"Mekanisme penindakan dan pengawasan anggota TNI yang melakukan operasi pemberantasan itu juga masih minim. UU Peradilan militer harus direvisi agar pertanggungjawabannya akuntabel dan transparan," papar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com