Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Cagub di Tempat Ibadah Tidak Dihukum

Kompas.com - 21/11/2016, 12:28 WIB
Dr. Reda Manthovani, SH, LLM

Penulis

MASA kampanye dalam Pilkada merupakan ajang perjuangan bagi para pasangan calon (paslon) untuk menyosialisasikan program-programnya kepada khalayak ramai atau para calon pemilihnya.

Berbagai cara dan strategi digunakan oleh para pasangan calon dan tidak terkecuali bagi para Paslon di Pilkada DKI dalam memperebutkan posisi gubernur dan wakil gubernur.

Sorotan terhadap Pilkada di DKI sangat tajam mengingat paslon yang tampil sebenarnya dapat dianggap sebagai representasi tokoh-tokoh nasional, hal tersebut dapat dilihat dari turunnya para pembesar paslon tersebut dalam kampanye maupun atribut kampanyenya, seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Judul yang ditampilkan penulis di atas dapat dianggap sebagai judul yang provokatif mengingat ada ketentuan yang mengatur berbagai larangan untuk berkampanye sebagaimana diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2015 sebagaimana dirobah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perobahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi undang-undang.

Berdasarkan Pasal 69 huruf i para Paslon dilarang berkampanye dengan menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan.

Mengapa Paslon dilarang berkampanye ditempat ibadah dan tempat pendidikan? Masalah agama adalah masalah yang sangat sensitif. Apabila disalahgunakan dalam berkampanye, dikhawatirkan akan menyulut konflik yang besar, terlebih di Indonesia yang mengenal beragam agama dan kepercayaan sehingga sangat rawan konflik.

Walaupun banyak yang memandang bahwa tempat ibadah adalah tempat yang murah untuk menyampaikan visi misi Paslon, oleh karena tidak perlu biaya besar untuk mengumpulkan massa yang banyak di satu tempat.

Apa sanksi atas pelanggaran melakukan kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan? Pengaturan sanksi terhadap Pasal 69 huruf i diatur dalam Pasal 187 ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut:

"Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan Bupati/Walikota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf g, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)."

Berdasarkan Pasal 187 ayat (3) di atas, sanksi yang diatur atas pelanggaran melakukan kampanye pemilihan Bupati/Walikota di tempat ibadah dan tempat pendidikan sudah jelas dan final.

Namun menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan kampanye pemilihan Gubernur sebagaimana di DKI. Apakah sanksi tersebut dapat diterapkan?

Mengingat Pasal 187 ayat (3) hanya mengatur sanksi pidana terkait larangan pelaksanaan kampanye pemilihan Bupati/Walikota, maka dengan kata lain tidak ada sanksi pidana terhadap kampanye yang dilakukan tempat ibadah dan tempat pendidikan untuk Pilkada di DKI maupun provinsi lainnya.

Selain tiadanya sanksi terhadap kampanye pemilihan Gubernur di tempat ibadah dan tempat pendidikan, Pasal 187 ayat (3) juga tidak memberikan sanksi terhadap larangan "merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye" (Pasal 69 huruf g), "menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah", atau "melakukan pawai yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya" (Pasal 69 huruf j).

Seharusnya kata "pemilihan Bupati/Walikota" ditiadakan atau tidak dicantumkan dalam Pasal 187 ayat (3), sehingga yang dimaksud dengan kampanye pemilihan mengacu kepada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (21) yang menjelaskan mengenai Kampanye Pemilihan yaitu:

"Kampanye Pemilihan yang selanjutnya disebut Kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota." 

Mengingat proses Pilkada serentak baru saja berjalan, kiranya Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera membuat regulasi atau Peraturan KPU yang memperbaiki ketentuan di atas untuk menghindari adanya potensi kegaduhan dimasyarakat, mengingat ketentuan tersebut menunjukkan adanya diskriminasi/perlakuan yang berbeda di depan antara calon Bupati/Walikota dengan Calon Gubernur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

DPR Sebut Ada Indikasi Kemenag Langgar UU Karena Tambah Kuota Haji ONH Plus

Nasional
Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Punya Kinerja Baik, Pertamina Raih Peringkat 3 Perusahaan Terbesar Fortune 500 Asia Tenggara 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com