Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

23 Pasal di RUU Pemilu Berpotensi Langgar UUD 1945

Kompas.com - 03/11/2016, 14:26 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penelitian Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif menemukan adanya 23 pasal krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu yang berpotensi melanggar konstitusi atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi mengungkapkan, 23 pasal krusial ini ke dikelompokan dalam sembilan kualifikasi, yakni: Penyelenggara; Syarat calon; Sistem pemilu; Keterwakilan perempuan; Syarat parpol dalam pengajuan Calon Presiden atau Wakil Presiden;

Larangan kampanye pada masa tenang; Ketentuan sanksi kampanye; Waktu pemilu susulan atau lanjutan; dan Putusan DKPP terkait etika penyelenggaraan pemilu.

(Baca: Meski Mepet, Pimpinan DPR Yakin RUU Pemilu Selesai Sesuai Target)

Mengenai penyelenggaraan pemilu, misalnya. Aturan keharusan bagi KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara negara untuk rapat dengar pendapat bersama DPR merupakan suatu kejanggalan. 

Apalagi hasil dari rapat tersebut mengikat. Ini, kata Veri, bertentangan dengan Pasal 22 E Ayat 5 UUD 1945. 

Pasal itu menyebutkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya, tak diperlukan RDP yang bersifat mengikat. 

Pada draf UU Pemilu, aturan RDP tersebut tercantum dalam Pasal 58 Ayat 4.

Veri menjelaskan, independensi KPU dalam membentuk PKPU akan tergerus atas adanya ketentuan RDP.

(Baca: RUU Pemilu Akan Dibahas Seusai Masa Reses)

Selain itu, jika ketentuan ini dibiarkan maka memunculkan perlambatan penyusunan PKPU.

Kemudian, terkait Sistem pemilu tentang pemilihan anggota DPRD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota yang dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas yang dimasukkan dalam RUU Pemilu Pasal 138 Ayat 2.

Aturan ini bertentangan dengan Putusan MK Nomor 22/PUU-IV-2008, Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28 D Ayat 3 yang menyinggung soal hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Veri menjelaskan, putusan MK telah menyatakan bahwa dasar penetapan calon terpilih adalah berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan, bukan mengacu kepada nomor urut terkecil yang telah ditetapkan oleh partai.

"Karena hal ini akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan. tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak," kata dia.

Veri menilai, jika pasal-pasal ini dibiarkan keberadaannya akan berakibat pelanggaran terhadap konstiusi atau inskonstitusional.

"Kalaupun tetap dipaksakan, justru berpotensi dibatalkan oleh MK. Kondisi ini tentu tidak akan menguntungkan terhadap penataan grand desain kepemiluan," ujarnya.

Sementara itu, peneliti KODE Inisiatif Adelina Syahda menambahkan, sedianya pembentuk UU, yakni DPR dan Pemerintah, memperhatikan putusan-putusan MK dalam membuat RUU.

"Semestinya RUU ini mengacu pada apa yang sudah diputuskan oleh MK, mengingat putusan MK harus dimaknai sebagai perintah konstitusi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com