JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Kabur Harman menilai perlu adanya kajian mendalam saat hendak membentuk lembaga setingkat kementerian.
Hal itu disampaikan Benny menanggapi temuan dugaan penyimpangan anggaran di Komisi Nasional (Komnas) HAM.
"Ini sudah terlalu banyak lembaga nonkementerian di era reformasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Pusat Pelaporan dan Analasis Transaksi Keuangan, dan sebagainya," kata Benny saat dihubungi, Selasa (1/11/2016).
Menurut politisi Partai Demokrat itu, semestinya pembentukan lembaga nonkementerian dikaji secara mendalam.
Selain itu, sebaiknya didirikan dengan menggunakan prinsip ad hoc.
Menurut Benny, alasan utama pembentukan komisi atau badan setingkat menteri ialah adanya penyelesaian masalah tertentu yang belum tersentuh kementerian.
Dan, jika permasalahan tuntas, lembaga tersebut bisa dibubarkan.
Dengan begitu penggunaan anggaran negara juga bisa lebih efektif dan efisien.
Benny berharap ke depan pemerintah mampu mengidentifikasi kebutuhan untuk mendirikan lembaga setingkat kementerian itu.
Ia mengatakan jika kebutuhannya tak mendesak maka tak perlu dibentuk.
"Ibaratnya ini kan komisi atau lembaga ini seperti ahli bedah. Ada tumor mereka datang potong tumor terus selesai. Yang sekarang terjadi adalah setelah mereka potong tumor mereka ada terus," lanjut Benny.
Seperti diberitakan, Berdasarkan laporan dari Dewan Kehormatan dan tim internal Komnas HAM, ditemukan pengeluaran anggaran fiktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan selama 2015 sebesar Rp 820,2 juta.
(Baca: Permintaan Maaf dari Ruang Pengaduan Komnas HAM...)
Selain pengeluaran fiktif, ditemukan pula penyalahgunaan biaya sewa rumah dinas yang dilakukan oleh komisioner Komnas HAM berinisial DB.
Penyelewengan anggaran terkait biaya sewa rumah tersebut jumlahnya mencapai Rp 330 juta.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan terhadap Perundang-undangan Komnas HAM tahun 2015, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan sejumlah kejanggalan. Karena itulah, BPK menolak memberikan opini karena sejumlah bukti keuangan belum lengkap.